Ekologi Wilayah Pesisir Sekitar BAPPL-STP Serang



MENGIDENTIFIKASI EKOSISTEM DI SEKITAR WILAYAH PESISIR
LAPORAN PRAKTIK EKOLOGI PERAIRAN


Description: C:\Users\User\Pictures\images.jpg


OLEH :

1.      ILHAM MULYANA
2.      KURNIA D.RIADI
3.      MONALISA MARSELA.M
4.      MUTIARA ISLAMI
5.      SITI ROHMAH



PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2017



I.                   PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Perairan merupakan suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis maupun  statis. Perairan dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin.
 Ekologi perairan merupakan cabang ilmu mengenai lingkungan yang fokus mempelajari interaksi atau hubungan timbal balik antara organisme perairan dengan lingkungannya. Disisi lain, ekologi adalah sejarah alam yang bersifat ilmiah “Scientific natural history” (Elton, 1927). Dan ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi alam “The study of the structure and function of nature” (Odum, 1963) atau suatu ilmu yang mempelajari tentang interaksi yang menentukan distribusi dan kelimpahan organisme (Krebs, 1972).
Komponen abiotik dalam ekosistem sangat mempengaruhi komponen biotik. Misalnya : tumbuhan dapat hidup baik apabila lingkungan memberikan unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan tersebut, contohnya air, udara, cahaya dan garam-garam mineral. Begitu juga sebaliknya, komponen biotik sangat mempengaruhi komponen abiotik yaitu tumbuhan yang ada di hutan sangat mempengaruhi keberadaan air, sehingga mata air dapat bertahan, tanah menjadi subur. Tetapi apabila tidak ada tumbuhan, air tidak dapat bertahan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor dan menjadi tandus. Komponen abiotik yang tidak tergantung komponen biotik adalah gaya grafitasi, matahari dan tekanan udara.

1.2   Tujuan Pratikum
Tujun dari pratikum ini yaitu meliputi :
a.       Mengenali ekosistem perairan di wilayah BAPPL STP Serang- Karangantu
b.      Mengetahui komposisi jenis biota, manfaat dan interaksinya dengan ekosistem pesisir di wilayah tersebut
c.       Mengetahui peran parameter oseanografi, faktor-faktor pengaruh, serta hubungannya dengan biota pesisir
d.      Mengetahui jenis-jenis sampah yang berada di sekitar pantai pesisir BAPPL-SERANG beserta permasalahannya
e.       Mensyukuri nikmat yang diberi Allah SWT atas segala kebesarannya menciptakan bumi dan segala isinya dengan penuh keseimbangan.
II. METODE PRAKTEK
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik dilaksanakan di sekitar wilayah kampus BAPPL Serang, yang dibagi menjadi empat zona yaitu zona muara yang terletak di hilir sungai Cibanten, zona A terletak di bagian timur kampus berbatasan dengan kantor TNI-AL, zona B terletak di bagian tengah kampus dimana terdapat pintu kontrol air pasang surut, dan zona C terletak di bagian barat yang berbatasan langsung dengan lahan budidaya masyarakat. Pelaksanaan mulai tanggal 29 maret s/d 31 maret 2017.


Gambar 1. Peta lokasi sampling selama praktikum ekologi perairan di wilayah kampus STP Karangantu, Serang. Yang terbagi menjadi zona muara, zona A, zona B, dan zona C oleh Google Earth.

2.2 Prosedur Kerja
2.2.1   Prosedur Kerja Vegetasi dan Semak
A.      Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Rerumputan
        Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis rerumputan yang berada di sekitar wilayah kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Menentukan tempat dimana sampel akan di ambil.
2.      Mencari koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS
(global positioning system),  lalu catat hasil koordinat dalam buku.
                                                                                     
3.         Foto sampel rumput lalu masukan sampel rumput ke dalam plastik   gula pasir.
4.         Plastik yang sudah berisi sampel rumput diberikan kode angka.
5.         Selesai mengambil sampel rumput di Zona muara, dilanjutkan mengambil sampel di zona A, zona B, dan zona C.
B.       Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Mangrove
        Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis mangrove yang berada di sekitar wilayah kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Menentukan lokasi pengamatan Zona C menggunakan Google Earth
2.      Cari koordinat tempat yang telah ditentukan menggunakan GPS
3.      Telusuri Zona C kemudian amati jenis mangrove yang ada di zona tersebut
4.      Mengambil foto daun, bunga, dan buah dari mangrove yang didapat
5.      Mengambil sampel bagian-bagian mangrove yang diperlukan
6.      Mengidentifikasi termasuk jenis mangrove yang diteliti dengan mencocokan gambar yang telah diambil dengan data yang terdapat di internet
7.      Menentukan semua data yang didapat dalam bentuk lampiran
C.       Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Non-Mangrove
        Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis non-mangrove yang berada di sekitar wilayah kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan
2.      Menentukan lokasi pengambilan data (catat koordinatnya)
3.      Berjalan perlahan menelusuri wilayah pesisir
4.      Menentukan jenis tumbuhan mangrove atau non-mangrove berdasarkan karakteristik tertentu.
5.      Mengambil sampel (daun, batang, dan buah), mencatat keberadaannya (Zona A, zona B, dan zona C) serta mengambil gambar.
6.    Mengidentifikasi jenis tumbuhan non-mangrove berdasarkan sampel gambar
7.      Menganalisis data
2.2.2   Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Ikan
Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok ikan yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Menyiapkan alat yang akan di gunakan untuk menangkap sampling ikan Mudskipper (Periophthalmus gracilis), seperti jaring dan wadah yang berisi air untuk menyimpan sampling
2.      Menentukan lokasi dimana sampel akan diambil.
3.      Mencari koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS (global positioning system), lalu catat hasil koordinat lokasinya.
4.      Menangkap sampel ikan Mudskipper di lokasi pengambilan sampel yang telah ditentukan
2.2.3   Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Kepiting (crustacea)
Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok kepiting (crustacea)  yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu sebatang kayu panjang, jaring dan ember.
2.      Menentukan lokasi dimana sampel akan diambil.
3.      Mencari koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS (global positioning system), lalu catat hasil koordinat lokasinya.
4.      Menangkap sampel kepiting di lokasi pengambilan sampel yang telah ditentukan
2.2.4   Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Gastropoda
Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok gastropoda yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.    Tentukan tempat dimana akan di ambil sampel
2.    Cari kordinat tempat yang telah di tentukan menggunakan GPS lalu catat dalam buku kecil
3.    Di setiap tempat tentukan petakan ukuran 1mx1m
4.    Setelah ditentukan petakan, ambil semua sampel yang ada di dalam petakan yang telah di buat
5.    Sampel yang telah terambil masukan kedalam plastic gula pasir yang telah berisi air
6.    Plastik yang sudah berisi sampel diberikan kode angka
7.    Selesai mengambil sampel di tempat 1, dilanjutkan mengambil sampel di tempat selanjutnya dengan jarak 200-300 m dari tempat 1.
8.    Ulangi prosedur kerja 1-6 sebanyak 3 kali ditempat yang telah di tentukan.
9.    Setelah semua sampel terkumpul, cuci sampel hingga bersih dari lumpur lagi lalu di foto sebagai dokumentasi praktek
2.2.5   Prosedur Kerja Burung Pesisir
Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok burung pesisir yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.      Menentukan tempat yang akan dilakukan pengambilan sampel
2.      Mencari koordinat tempat yang telah ditentukan menggunakan GPS, lalu catat dalam buku.
3.      Mengambil foto sampel burung yang berada di tempat pengamatan
4.      Setelah pengambilan sampel selesai di Zona A, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel di Zona B.
5.      Setelah pengamatan selesai dilakukan, maka lakukan analisis data.
2.2.6   Prosedur Kerja Pasang Surut
Prosedur  kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi pasang surut yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1.    Tentukan tempat dimana akan di lakukan pengamatan pasang surut di pelabuhan Banten lama.
2.    Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pengamatan ini
3.    Tempatkan posisi alat untuk melakukan penelitian
4.    Peneletian dilakukan pada pukul 22.15 WIB hingga pukul 02.15 WIB
5.    Lakukan penelitian setiap 30 menit sekali dan catat pasang surutnya air
6.    Setelah pengamatan selesai rapikan peralatan praktek yang di gunakan untuk pengamatan
2.3     Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey-recording. Selanjutnya data dimuat ke dalam sistem tabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Karakteristik umum lokasi praktek
3.1.1        Lokasi praktikum ekologi perairan berada diwilayah pantai kampus BAPPL –  STP, Jl STP Raya Karangantu Kecamatan Kasemen, Serang-Banten. Yang terbagi menjadi empat zona praktikum, yaitu:
a.       Zona Muara, terletak di bagian hilir sungai Cibanten.
b.      Zona A, terletak di bagian timur kampus berbatasan dengan kantor TNI AL. (Posisi GPS: S 06.092640  E106.16393°)
c.       Zona B, terletak di bagian tengah kampus dimana terdapat pintu kontrol air pasang surut. (Posisi GPS: S 06.026190  E106.162270)
d.      Zona C, terletak di bagian barat, yaitu berbatasan langsung dengan lahan budidaya masyarakat. (Posisi GPS: S 06.027880  E106.160280)
Gambar 2. Peta lokasi sampling selama praktikum ekologi perairan di wilayah kampus STP Karangantu, Serang. Yang terbagi menjadi zona muara, zona A, zona B, dan zona C oleh Google Earth.
3.1.2 Muara
Muara berasal dari bahasa latin yang berarti aestuarium inlet pasang laut, yang dengan sendirinya berasal dari istilah aestus, yang berarti pasang. Muara merupakan tempat pertemuan antara air laut dengan air sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Pada dasar perairan muara terjadi pengendapan karena hal ini terjadi pertemuan partikel pasir atau lumpur yang dibawa oleh arus sungai bertemu dengan pasir yang berada di daerah sekitar pantai. Dengan demikian pencampuran air tersebut menghasilkan pengendapan lumpur yang sangat berpengaruh pada perilaku kehidupan organisme muara. Selain itu salinitas yang terbentuk di muara merupakan campuran antara salinitas air sungai dengan salinitas laut (Hutabarat, 1985)
Lokasi sampling berada di muara karangantu, Serang-Banten, dimana disana terdapat aktivitas masyarakat nelayan yang tengah memancing menggunakan alat tangkap sederhana, dan perahu-perahu kecil yang berlalu-lalang keluar masuk daerah muara.
3.1.2        Tambak
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan tambak ini biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Tambak yang berada di BAPPL STP Serang ialah tambak udang dengan sistem Budidaya Udang Semi Empang Plastik (BUSMETIK).
3.1.3        Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Banten diwewenangi oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi dengan pemerintah provinsi Banten yang berfungsi sebagai tempat transaksi jual beli ikan dengan fasilitas 16 unit pasar ikan, tempat pelelangan ikan, balai pertemuan nelayan, SPBN, instalasi air bersih, rumah dinas, dan tempat perbaikan jaring. Pelabuhan ini belum direncanakan untuk mengembangkan industri. Industri pengolahan ikan saat ini berada disekitar PPN Karangantu berupa pengasinan ikan dengan jumlah pengolah ikan sebanyak 40 unit.
3.2  Jenis dan interaksi spesies (biota) dengan lingkungannya
3.2.1    Vegetasi dan semak
Jenis-jenis vegetasi yang berada di lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAPPL STP Serang, yaitu: Vegetasi mangrove, non-mangrove, dan vegetasi rerumputan. Ada pun jenisnya, meliputi:
3.2.1.1  Vegetasi Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggis grove (Macnae, 1968). Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit2 yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis.
Jenis-jenis mangrove yang terdapat di  lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAAPL STP Serang- karangantu, yaitu:

Kelompok Mangrove
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Mangrove
Zona A
Zona B
Zona C
1
Avicennia alba
2
Rhizopora mucronata
3
Rhizopora apiculata

4
Lumnitzera litorea


5
Avicennia rumphiana


Table 1. tentang jenis mangrove, mangrove dan rerumputan yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
            Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme kemudian diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus yang kemudian menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae (udang-udang kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia.
3.2.1.2  Vegetasi non-Mangrove
Vegetasi non-mangrove yang berada di lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAPPL STP Serang, meliputi:

Kelompok Nong-mangrove
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Non-mangrove
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Pohon Kelapa  (Cocos Nucifera)
2
0
1
3
2
Petai Cina (Leucaena Leucocephala)
2
4
2
8
3
Kaktus (Opuntia ficus-indica)
2
0
0
2
4
Pohon Sample 4
0
2
1
3
5
Ketapang (Terminalia catappa)
0
1
2
3
6
Pohon Sample 6
0
0
1
1
7
Pohon Sample 7
0
3
1
4
8
Pohon Sample 8
0
2
0
2
Table 2. tentang jenis non-mangrove  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

3.1.1.1  Vegetasi rerumputan
Jenis-jenis vegetasi rerumputan yang berada di daerah lokasi samlpling praktikum BAPPL STP Serang-Karangantu, meliputi:

Kelompok Rerumputan
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Rerumputan
Zona A
Zona B
Zona C
1
Rumput Bermuda ( cynodon dactylon )
2
Rumput Belulang (Eleusine indica)
3
Rumput Bede (Brachiaria decumbens)
´
4
Rumput Jampang (Artocarpus elasticus)
´
5
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
´
6
Seteria ( Seteria sphacelate )
´
7
Rumput jarum ( Chrisopogon ariculatus )
8
Rumput raja ( pennisetum purpupoides )
´
´
Table 3. tentang jenis rerumputan  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Vegetasi non-mangrove dan vegetasi rerumputan memiliki berbagai
                        manfaat di suatu lingkungan.  Adapun fungsi ekologisnya, meliputi:
1.   Mereduksi polutan dan memproduksi oksigen
        Struktur batang, cabang, ranting, dan daun pada vegetasi non-mangrove dapat mereduksi kebisingan, debu, dan view yang mengganggu. Melalui proses-proses fisiologis, tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2), dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara disekitarnya pada siang hari.
2.   Memperbaiki kualitas iklim lokal
        Pada permukaan tanah yang diberikan pengerasan akan menyebabkan peningkatan suhu, penurunan muka air tanah, dan pengurangan pergerakan udara. Sedangkan permukaan tanah yang ditutupi dengan penghijauan akan membuat suhu lebih sejuk, pergerakan udara lebih baik, dan debu berkurang.
Selain itu vegetasi juga dapat memberikan efek pembayangan, yaitu efek bayangan vegetasi yang dapat menahan 70% panas matahari yang jatuh ke tanah, dan penurunan suhu.  Suhu udara bisa diturunkan 5,5 –11°C, ketika suhu rata-rata udara 32°C, dan ketika suhu rata-rata udara 21°C, suhu dapat turun hingga 2,5 –5,5°C.  Pada hutan lebat, 80% radiasi matahari bisa di tangkap daun, ranting pepohonan, dan yang mencapai tanah bisa kurang dari 5% sepanjang hari.  Permukaan berumput lebih dingin 33% karena rumput dapat menjaga agar suhu tetap konstan.  Vegetasi mempunyai efek mendinginkan, hal ini dapat diketahui bahwa sampai siang hari, dibawah pohon lebih dingin 25oC daripada diatas pohon. Ketika malam hari, suhu 1,3oC lebih dingin dari lingkungan sekitarnya.  Jadi vegetasi mampu membuang atau mengurangi radiasi sinar matahari dengan baik.
3.2.2        Ikan

Kelompok Ikan
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis ikan
Zona A
Zona B
Zona C
1
Ikan Glodok ( Periophthalmus sp. )


Table 4. tentang jenis ikan  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Ikan glodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya. di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya. Ikan Glodok ( Periophthalmus sp. ) bila air surut banyak terlihat keluar dari air, merangkak atau melompat lompat di atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau, baru turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi pada lubang-lubang sarangnya.
Memanjang dan memiliki kepala yang bulat dengan ujung badan pipih memanjang. Kulit ikan glodok bersisik dan berlumpur. Ikan ini memiliki sepasang sirip pectoral, sirip perut terpisah dengan sirip anal, dan sirip punggung. Menurut Murdy (1989), ciri utama dari ikan glodok genus Periophthalmodon adalah terdapat dua baris gigi pada bagian rahang atas mulut.
Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salinitas. Sirip dada ekornya digunakan sebagai alat gerak di darat. Ikan ini kadang-kadang bergerombol bertengger pada akar-akar tunjang pohon bakau Rhizophora atau berada di antara akar-akar tunjang pohon bakau Sonneratia. Sirip perutnya yang menyatu berfungsi sebagai alat penghisap untuk berpegang.
3.2.3. Krustasea
Rebon atau jambret berasal dari organisme semacam udang yang dimanfaatkan oleh nelayan di daerah pertambakan sepanjang pantai utara Jawa (Schuster 1952) in Yusmansyah et al. (2005). Rebon termasuk ordo Mysidaceae terdiri dari genus Acetes dan Lucifer; jenis yang cukup penting dan tersebar di daerah tropis adalah A. erythraeus. A. intermedius, A. sibogae, dan A. vulgaris (Dahuri 1986). Habitat rebon biasanya terbatas pada perairan pantai yang landai, muara sungai dan daerah estuaria. Kelompok rebon juga banyak dijumpai di daerah pertambakan atau sungai-sungai di sekitar pintu pertambakan.

Kelompok Udang
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Krustasea (Udang)
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Udang Rebon (Acetes)







Table 5. tentang jenis udang  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Udang akan datang ke daerah mangrove disaat periode pasang surut dan menetap untuk membesarkan larvanya (juvenile), selanjutnya bermigrasi ke laut. Perairan mangrove merupakan daerah yang cocok sebagai tempat membesarkan diri (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground).
Udang rebon yang ditangkap diduga adalah salah satu jenis udang yang berukuran kecil, artinya bukan udang pada stadia mysis. Hal ini, sesuai dengan pernyataan Crosnier (1984) in Yusmansyah et. al. (2005) bahwa secara ekosistem penyebaran udang dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah muara sungai atau estuaria dan daerah lepas pantai pada perairan estuaria yang merupakan daerah pemijahan (spawning ground) udang berada pada stadia post larva dan juvenil yang umumnya berukuran kecil sedangkan di lepas pantai udang berada pada stadia dewasa dan umumnya berukuran besar.
Ditinjau dari habitatnya udang rebon dari genera Acetes dan Lucifer (famili Sergestidae) menyenangi perairan laut dangkal pada kedalaman dari 20 meter, daerah perairan yang terpisah dari laut terbuka (open sea) oleh adanya semenanjung atau pulau, kisaran pasang surut cukup tinggi dan dasar perairan berupa lumpur atau lumpur berpasir.

Kelompok Kepiting
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Kepiting
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Kepiting Wideng (sesarma spp)
1
1
1
3
2
Kepiting Uca/Fiddler Crab (Uca triangularus)
0
1
0
1
3
Kepiting Terrestial Halloween Crab (Geocarcinus ruricola)
1
1
0
2
4
Kepiting Bakau (Scylla serrata)
0
2
0
2
5
Kepiting Jingking (Ocypode kuhlii)
0
5
3
8
6
Kepiting Uca/Fiddler Crab (Uca coartata)
5
0
4
9
Table 6. tentang jenis kepiting  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
a.         Kepiting Wideng
Merupakan kepiting anggota Sesarmidae dari jenis Sesarma spp yang hidup pada substart pantai. Kepiting keluarga Grapsidae tersebut populasinya senantiasa tinggi, memiliki status makan omnivore dan cenderung herbivore (Kathiresan, 2007). Wideng memiliki perilaku memakan bagian kulit mangrove pada batas air pasang, termasuk bibit mangrove (Cannicci et al, 2008).
b.        Kepiting Uca/Fiddler Crab (Uca triangularus)
Kepiting uca adalah jenis kepiting yang hidup dalam lubang atau berendam dalam substrat dan merupakan penghuni tetap hutan mangrove. Kepiting Uca spp. akan selalu menggali lubang dan berdiam di dalam lubang untuk melindung tubuhnya terhadap temperature yang tinggi, karena air yang berada dalam lubang galian dapat membantu mengatur suhu tubuh melalui evaporasi (Smith dan Miller, 1973). Ciri kepiting Uca yang menonjol adalah pada jantan salah satunya capitnya berukuran sangat besar, tidak seimbang dengan ukuran capit yang lain dimana berukuran sangat kecil. Biasanya capitnya digunakan sebagai alat bertempur, sedangkan kepiting betina memiliki 2 buah capit yang berukuran kecil, sehingga dapat lebih mudah untuk makan dan mencari makanan dari kepiting jantan.
c.         kepiting bakau
Kepiting bakau (Scylla serrata Forskal) adalah merupakan salah satu komoditas ekonomis tinggi yang sangat cocok dikembangbiakan (Departemen Pertanian, 1999).
Permasalahan yang selalu terjadi pada ekosistem mangrove ini antara lain mencakup peranan, pemanfaatan dan dampak dari pemanfaatan ekosistem tersebut. Ekosistem mangrove mempunyai peranan sebagai perpaduan antara aspek fisik dan biologi, yang dikenal sebagai fungsi ekologis. Sedangkan pemanfaatan akan bermakna sebagai aspek ekonomi dimana manusia merupakan salah satu unsur utama yang berperan sebagai pengguna ekosistem tersebut. Keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan kehidupan manusia akan memiliki arti dan dampak yang sangat luas baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kepiting bakau Scylla spp terutama hidup di laut dan sebagian hidup di perairan bakau dan perairan payau. Jenis tersebut banyak didapati di perairan yang memiliki hutan mangrove (Kasry, 1999). Sejauh ini kepiting bernilai ekonomis penting tersebut ditangkap dari perairan hutan mangrove untuk keperluan yaitu konsumsi dan budidaya. Namun demikian seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan semakin berkurangnya area hidup di kawasan mangrove, jumlah yang dapat ditangkap semakin sedikit dan semakin kecil ukuran badannya (Le Vay, 2001).
Beberapa nelayan saat ini juga sudah berinisiatif membesarkan dengan teknik pen maupun kandang (drive-in cage) untuk meningkatkan nilai jual. Metode pengandangan di dalam krangkeng merupakan salah satu metode yang praktis (Syaripuddin, 2006). Pemeliharaan secara tunggal menggunakan kandang krangkeng sangat disarankan. Hal ini antara lain dikaitkan dengan berbagai kelebihan berikut : Mudah dalam manajemen kandang, pakan dan mikrohabitat.  Efisien dalam konversi energi dan ramah  lingkungan karena tidak menebang mangrove (Mirera dan Mtile, 2009).
3.2.3        Gastropoda
Kata gastropoda diambil dari bahasa latin, gastro (perut) dan poda (kaki) (Pachenik, 1998). Kelas gastropoda sendiri terbagi dalam 3 sub-kelas, menurut Russel – Hunter (1983) yaitu :
1.        Sub-kelas Prosobranchia, yang terdiri atas 3 ordo ; Archaeogastropoda, Mesogastropoda dan Neogastropoda
2.        Sub-kelas Opisthobranchia terdiri atas 8 ordo ; Chephalasipidae, Pyramidellacea, Acocchlidioidea, Anapidea, Notaspidea, Saccoglossa, Thecosomata dan Gymnosomata.
3.        Sub-kelas Pulmonata terdiri atas 2 ordo ; Basommatophora dan Stylommatophora


Kelompok Gastropoda
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Gastropoda
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Telescopium telescopium
2
3
18
23
2
Battillaria minima
15
0
0
15
3
Murex siphelinus
3
0
0
3
4
Marula granulatee
15
0
0
15
5
Cerithidea cingulata
0
105
120
225
6
Latona faba
18
0
0
18
Table 7. tentang jenis gastropoda  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Gastropoda adalah salah satu kelompok makrozoobentos memiliki peranan yang sangat besar dalam penyedian hara bagi pertumbuhan dan perkembangan vegetasi mangrove maupun bagi biota itu sendiri. Gastropoda berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah daun-daun menjadi bagian kecil (detritus), kemudian proses ini akan dilanjutkan oleh mirkoorganisme. Umumnya keberadaan gastropoda akan mempercepat proses dekomposisi. Gastropoda merupakan hewan yang bergerak dengan menggunkan perutnya (gaster= perut dan podos=kaki) yang saat ini mulai terancam keberadaannya karena rusaknya ekosistem hutan mangrove karena konversi lahan, dampak ekologis yang ditimbulkan adalah mengganggu keseimbangan ekosistem hutan mangrove.
Kondisi fisik yang sangat bervariasi dalam ekosistem mangrove menyebabkan faunanya hidup pada habiat berlainan. Lingkungan ekosistem mangrove menyediakan habitat yang baik kolonisasi berbagai fauna yaitu adanya naungan, substrat dasar yang lembab, pohon sebagai tempat menempel dan kelimpahan detritus organik sebagai makanan (Plaziat 1974 in Samson 1999). Gastropoda yang hidup di kawasan ini umumnya hidup di permukaan substrat dan menempel pada vegetasi mangrove.
3.2.4        Burung pesisir

Kelompok Burung
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis Burung
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Kuntul (Egretta alba)
±5
2
Bangau (Leptoptilos crumeniferus)
±2
3
Pecuk (Microcarbo niger)
0
±4
4
Pipit (Estrilda troglodytes)
±10
5
Kancilan Bakau (Pachycephala cinerea)
0
±8
Table 8. tentang jenis burung pesisir  yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Burung adalah salah satu makhluk yang mengagumkan. Berabad-abad burung menjadi sumber inspirasi dan memberikan kesenangan kepada masyarakat Indonesia karena keindahan suara dan bulunya. Burung juga merupakan indicator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nikai keanekaragaman hayati lainnya (Rombang dan Rudyanto, 1999).
Sebagai salah satu komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat ini maka kehadiran burung dalam ekosistem perlu di pertahankan (Arumsari, 1989).
Berdasarkan tipe habitatnya, burung dapat dikelompokkan ke dalam burung perkotaan, daerah perkampungan, persawahan, padang rumput dan semak belukar, danau/rawa, daerah tepi sungai, daerah  padang terbuka, hutan, hutan pegunungan, dan dataran tinggi (di atas 300 mdpl) (Ontario et al. 1991)
1.      Burung Kuntul
Burung kuntul berukuran besar yaitu 69 cm, Tidak ada ciri-ciri khas yang mencolok, ukuran badang sedang, leher tidak bersimpul. Burung kuntul memiliki kebiasaan berdiam untuk menangkap mangsa. Apabila terganggu akan mengeluarkan suar “krooaa-kr” sambil lepas landas.

2.      Burung Pipit
Bondol adalah jenis burung kecil yang tergolong ke dalam ordo Passeriformes, famili Estrildidae. Sebelumnya burung yang termasuk dalam genus Lonchura ini dimasukkan ke dalam famili manyar-manyaran, Ploceidae. Genus atau marga ini hidup menyebar luas di Afrika dan Asia bagian selatan, mulai dari India dan Sri Lanka ke timur hingga Indonesia dan Filipina. Secara umum, bondol juga dikenal luas sebagai burung pipit. Yang termasuk ke dalam golongan bondol ini yaitu bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dan bondol peking (Lonchura punctulata).
3.      Burung Kancilan Bakau
Burung ini memiliki ciri tubuh berbulu keabu-abuan dan tanpa ciri khas. Kepala berwarna abu-abu. Punggung, sayap, dan ekor berwarna coklat keabu-abuan, pada bagian tenggorokan, dada, dan sisi tubuh berwarna abuabu muda. Bulu pada bagian perut berwarna keputihputihan. Paruh berwarna abu-abu tua, berukuran kecil dan kuat, kaki terlihat ramping. Burung kancilan memiliki kebiasaan mencari makan pada ranting pohon
4.      Burung Bangau
Bangau adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ciconiidae. Badan berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang namun lebih pendek dari burung Kuntul, dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal. Makanan berupa Katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai. Bangau tidak memiliki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan. Bangau merupakan burung pantai migran, terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus udara panas sehingga dapat menghemat tenaga.
5.      Burung Pecuk
Pecuk adalah burung laut berukuran sedang hingga besar. Ukuran burung-burung ini bervariasi, dari 45 cm dengan berat 340 gram hingga yang berukuran 1 meter dan berat mencapai 5 kg. Paruhnya panjang, tipis, dan berkait tajam; sangat berguna untuk menangkap dan memegang ikan yang menjadi mangsanya. Kakinya berselaput di antara keempat jarinya. Burung-burung pecuk lebih sering berkeliaran di sekitar pantai daripada jauh di tengah laut.
Manfaat ekologis burung :
Sebagai penyeimbang rantai makanan dalam ekosistem, yaitu sebagai predator yang mengontrol populasi hama seperti tikus dan serangga, karena seekor burung pemakan serngga tiap harinya dapat memakan serangga lebih kurang sepertiga berat badannya. Membantu penyerbukan Bunga dan penyebar biji, karena burung dapat membantu proses regenerasi tanaman ataupun hutan.
3.2.5        Biota akuatik lainnya

Kelompok Biota akuatik lainnya
Jumlah individu terobservasi
No
JenisBiota lainnya
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Belalang

2
Ular



3
Capung

4
Kupu-Kupu

5
Kucing









Table 9. tentang biota akuatik lainnya yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Beberapa jenis serangga juga berguna bagi kehidupan manusia seperti lebah madu, ulat sutera, kutu lak, serangga penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak tanaman, pemakan detritus dan sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi sehari-hari kita mengenal serangga dari aspek merugikan kehidupan manusia karena banyak di antaranya menjadi hama perusak dan pemakan tanaman pertanian dan menjadi pembawa (vektor) bagi berbagai penyakit seperti malaria dan demam berdarah. Walaupun demikian sebenarnya serangga perusak hanya kurang dari 1 persen dari semua jenis serangga. Dengan mengenal serangga terutama biologi dan perilakunya maka diharapkan akan efisien manusia mengendalikan kehidupan serangga yang merugikan ini.
Keanekaragaman yang tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi dan perilaku adaptasi dalam lingkungannya, dan demilkian banyaknya jenis serangga yang terdapat di muka bumi, menyebabkan  banyak kajian ilmu pengetahuan, baik yang murni maupun terapan, menggunakan serangga sebagai model. Kajian dinamika populasi misalnya, bertumpu pada perkembangan populasi serangga. Demikian pula, pola, kajian ekologi, ekosistem dan habitat mengambil serangga sebagai model untuk mengembangkannya ke spesies-spesies lain dan dalam skala yang lebih besar.
1.    Belalang
Belalang dan kerabatnya ordo Orthoptera merupakan salah satu anggota dari kelompok serangga (kelas Insecta). Jenis-jenisnya mudah dikenal karena memiliki bentuk yang khusus misalnya belalang, jangkrik, dan kecoa. Nama belalang sudah sangat terkenal dalam sejarah kuno sebagai makanan manusia dan penghancur tanaman pertanian (LAI 2007), dan makanan bagi satwa liar (Kahono & Amir 2003).
2.    Ular
Ular adalah reptil yang mudah dikenali, diklasifikasikan kedalam ordo Squamata, subordo Serpentes (Ophidia). Terdapat 2500-2700 jenis ular dalam 414 genus dan 13 famili di seluruh permukaan bumi kecuali daerah Artik, Islandia, Selandia Baru, dan beberapa pulau kecil di lautan luas (Obst et al., 1988). Memiliki ukuran panjang antara 150-11400 mm, tetapi kebanyakan 250-1500 mm. Hampir semua ular teresterial, banyak juga yang hidup di liang, di air tawar atau air asin, bahkan memanjat pohon. Bentuk ular umumnya memanjang tidak berkaki, tidak memiliki lubang telinga, tetapi mempunyai perasa yang sangat sensitif dan memiliki reseptor kimia. Warna tubuh umumnya coklat, abu-abu, atau hitam namun ada juga merah terang, kuning, atau hijau dengan bercak/bintik/gelang/garis yang bervariasi (Halliday dan Adler, 1986). Supriatna (1981) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 400 jenis dengan sekitar 110 jenis yang berbisa atau sekitar 30%. Ular berbisa tersebut kebanyakan hidup di laut dan hanya sekitar 35 jenis saja yang hidup di darat.
3.    Capung
Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Subordo Anisoptera memiliki tujuh famili, sedangkan famili yang termasuk subordo Zygoptera sebanyak 19 famili. Capung memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah dengan dilengkapi mata majemuk, tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan bulu pendek menyerupai antena serta tipe mulut mandibulata (Gullan & Cranston 2000). Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm bahkan bisa mencapai 17 cm. Menurut Susanti (1998), di Indonesia terdapat sekitar 750 jenis capung. Capung memiliki peranan dalam ekosistem sebagai predator hama, bahkan capung jarum (Subordo: Zygoptera) ikut berperan sebagai musuh alami yang dapat mengurangi populasi hama tanaman pangan (Ariwibowo 1991).
4.    Kupu-kupu
Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera (lepis berarti sisik, pteron berarti sayap) dari kelas Insecta (serangga) yang permukaan sayapnya tertutup oleh sisik. Jumlah jenis kupu-kupu yang telah diketahui di seluruh dunia diperikirakan ada sekitar 13.000 jenis sedangkan beberapa ribu lagi belum diidentifikasi (Peggie dan Amir, 2006). Menurut Clark et al. (1996), kupu-kupu menyukai tempat yang bersih dan sejak serta tidak terpolusi oleh pestisida, asap dan bau yang tidak sedap. Tubuh kupu-kupu tersusun atas 3 bagian, yaitu caput (kepala) berbentuk kapsul bulat kecil yang memiliki sepasang antenna yang panjang yang berfungsi sebagai perasa dan peraba (Sastrodiharjo, 1989)., thorax (dada), dan abdomen (perut). Kupu-kupu mengalami empat fase selama hidupnya yaitu : fase ovum, larva, pupa dan imago.
5.    Kucing
Kucing adalah karnivora predator yang berukuran kecil, termasuk mamalia crepuscular yang telah berasosiasi dengan manusia lebih dari 9.500 tahun. Sebagai seekor predator yang berketerampilan, kucing diketahui mampu memburu lebih dari 1.000 species untuk makanan. Biasanya memiliki berat antara 2,5 – 7 kg. memiliki variasi warna yang dikendalikan oleh pigmen melanin yang memproduksi warna hitam pada rambut (Wright & Walters 1980, cit., Noor 2007).
Manfaat ekologis biota lainnya
Kucing memiliki kemampuan menyingkirkan tikus dan hamster dari tempat penyimpanan makanan manusia dan melindungi manusia dari binatang liar. Ular berperan sebagai predator dan mangsa dalam rantai makanan. Ular merupakan predator alami tikus, serangga dan laba-laba sehingga dapat menjaga populasi hama tetap terkendali, ular merupakan mangsa bagi mamalia dan burung-burung predator. Menurut Nakamuta, dkk (2008), kupu-kupu merupakan salah satu kelompok serangga yang dapat dipakai sebagai indicator perubahan lingkungan. Capung bermanfaat penting pada ekosistem persawahan, sebagai serangga predator baik dalam bentuk nimfa maupun dewasa, dan memangsa berbagai jenis serangga serta organisme lain. Selain itu, capung dijadikan sebagai indicator kualitas ekosistem (Jhon, 2001).
3.3 Variasi dan peran parameter oseanografi dalam mendukung kelangsungan hidup biota
3.3.1 Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan terhadap parameter oseanografi salah satunya adalah suhu disekitar pesisir Kampus STP Serang, kami mendapatkan hasil seperti pada gambar 10 di bawah ini yang merupakan  Variasi  Suhu (°C) Selama Pengamatan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pukul 21.20 hingga pukul 21.45 mengalami kenaikan tertinggi dan pada pukul 21.45 hingga pukul 22.45 mengalami kestabilan suhu, sedangkan pada pukul 22.45 hingga pukul 23.45 mengalami penurunan.
Suhu
Waktu
Rata-rata
NO
1
21.20
28,78
2
21.45
29,5
3
22.15
29,5
4
22.45
29,5
5
23.15
29,42
6
23.45
29,35

Table 10. tentang suhu yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Grafik 1. tentang suhu yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1.      Garis lintang
2.      Kedalaman
Hubungan dengan biota  :
1.      Dapat mempengaruhi aktivitas makan biota
2.      Efek pada proses reproduksibiota
3.      Dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme biota
3.3.2        Salinitas

SALINITAS
No
Waktu
ppt
1
21:40
30
2
22:18
34
3
22:50
33
4
23:20
29
5
23:50
30
6
00:20
31
7
00:50
29
8
01:20
28

Table 11. tentang salinitas yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Grafik 2. tentang salinitas yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Salinitas merupakan  Variasi  Salinitas (ppt) Selama Pengamatan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pukul 21.40 hingga pukul 22.18 mengalami kenaikan dan pada pukul 22.18 hingga pukul 23.20 mengalami penurunan  suhu, pada pukul 23.20 hingga pukul 00.20  mengalami kenaikan dan pada pukul 00.20 hingga pukul 01.20 mengalami penurunan kembali
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1.    Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilyah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapann air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2.    Curah hujan, makin besar atau banyak curuh hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan akan rendah dan sebaliknya makain sedikit atau kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3.    Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
3.3.3        Pasang surut

PASANG SURUT
No
Waktu
Level (cm)
1
22:15
73
2
22:45
72
3
23:15
71
4
23:45
70
5
00:15
66
6
00:45
60
7
01:15
54
8
01:45
52
9
02:15
55
Table 12. tentang pasang surut yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Grafik 3. tentang pasang surut yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Merupakan  Variasi  Pasang surut { (Level (cm) }Selama Pengamatan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pukul 22.15 hingga pukul 01.45 mengalami penurunan drastis  dan pada pukul 01.45 hingga pukul 02.15 mengalami kenaikan. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1.         Perbedaan salinitas massa air laut
2.         Tiupan angin
3.         Pasang surut, atau perbedaan permukaan samudera
Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada. Sehingga pasang surut yang terjadi di bumi terdapat dalam tiga bentuk (GROSS, 1997) yaitu: Pasang surut atmosfer (Atmospheric Tide), Pasang surut laut (Ocean Tide) dan Pasang surut bumi (Boily Tide).
Hubungan biota dengan pasang surut adalah kombinasi antara pasang surut dan waktu dapat menimbulkan bentuk adaptasi yang mencakup adaptasi structural, fisiologi dan tingkah laku biota.
3.4 Sampah dan permasalahannya
Menurut definisi  World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang  tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari  kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud  dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu  yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak  termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.
Sumber dan Jenis Sampah:
a.       Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang  sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum,  bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman
b.      Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.
c.       Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik dan mudah terbakar (rubbish).
d.      Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari : kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.
e.       Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f.       Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
g.      Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h.      Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa :
kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).
Jenis Sampah:
a.       Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
1.      Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
2.      Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.

Kelompok Sampah
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis sampah plastik
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Bungkus Minuman Sacet
4/m²
6/m²
4/m²
14/m²
2
Kantong Plastik
5/m²
3/m²
3/m²
11/m²
3
Botol Minuman
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
4
Bungkus Makanan
1/m²
3/m²
1/m²
5/m²
5
Shampoo Sachet
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
6
Kemasan Mi Instan
2/m²
3/m²
1/m²
6/m²
7
Kemasan Detergen
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
8
Plastik Kiloan
2/m²
4/m²
1/m²
7/m²
9
Bungkus Permen
3/m²
3/m²
4/m²
10/m²
10
Bungkus Penyedap Rasa
1/m²
3/m²
1/m²
5/m²
11
Aqua Gelas
1/m²
1/m²
3/m²
5/m²
12
Poly Bag
2/m²
2/m²
2/m²
6/m²
13
Bungkus Minyak Goreng

1/m²
1/m²
2/m²
14
Tutup Botol
1/m²
1/m²
2/m²
4/
Table 11. tentang jenis sampah plastik yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Kelompok Sampah
Jumlah individu terobservasi
No
Jenis sampah Non-plastik
Zona A
Zona B
Zona C
Jumlah
1
Sterofoam
1/m²
2/m²
1/m²
4/m²
2
Sandal Karet
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
3
Kaca
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
4
Cangkang Bivalvia

1400/m²
100/m²
1500/m²
5
Cangkang Gastropoda
10/m²
100/m²
20/m²
130/m²
6
Daun
8/m²
30/m²
20/m²
58/m²
7
Kayu
1/m²
8/m²
2/m²
11/m²
8
Propagol

8/m²

8/m²
9
Buah Kelapa
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
10
Kertas
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
11
Kaleng
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
12
Kain
1/m²
1/m²
1/m²
3/m²
13
Sepatu
1/m²
1/m²
1/m²
1/m²
Table 12. tentang jenis sampah non-plastik yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
b.      Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
1.      Sampah yang mudah terbakar
Sampah yang mudah terbakar misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.
2.      Sampah yang tidak dapat terbakar
Sampah yang mudah terbakar misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003)
Penyebab munculnya sampah
Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab  terhadap sampah dapat menyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku  manusia semata-mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan umum/kepentingan bersama, maka dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya banyak terdapat di lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/ keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya.






IV. KESIMPULAN

1.                  Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914
2.                  Perairan suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis maupun  statis. Perairan dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin.
3.                  Ekologi perairan merupakan cabang ilmu mengenai lingkungan yang fokus mempelajari interaksi atau hubungan timbal balik antara organisme perairan dengan lingkungannya.
4.                  Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob.
5.                  Manfaat ekologis mangrove adalah berguna sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen (Bengen, 2004).
6.                  Selain vegetasi mangrove, di lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAPPL STP Serang juga ditemukan vegetasi non-mangrove beserta vegetasi rerumputan yang dapat berperan penting bagi keseimbangan ekosistem di wilayah sampling.

7.                  Di lokasi sampling praktikum ekologi perairan terdapat muara, tambak, PPN, dan konservasi mangrove.

8.                  Masih banyak sampah plastik dan non-plastik yang terdapat di wilayah sampling, terutama di wilayah muara.
9.                  Terdapat banyak biota di wilayah sampling seperti ikan glodok atau mudskipper, kepiting, burung, ulat, ubur-ubur, capung, ular, gastropoda, udang, dll.
10.              Manfaat ekologis biota-biota yang ada di wilayah sampling yaitu sebagai predator dan mangsa yang saling berhubungan dalam rantai makanan
11.              Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angina dan sirkulasi udara , letak ketinggian dan kedalaman dari permukaan laut.
12.              Hubungan suhu dengan biota adalah peningkatan suhu dapat menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolism
13.              Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan salinitas air yaitu pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai, kedalaman perairan.
14.              Hubungan salinitas dengan biota adalah jika salinitas semakin menurun maka akan menghambat proses fotosintesis lamun. Lalu jika salinitas semakin meningkat maka akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air
15.              Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada.
16.              Hubungan pasang surut dengan biota adalah kombinasi antara pasang surut dan waktu dapat menimbulkan bentuk adaptasi yang mencakup adaptasi structural, fisiologi dan tingkah laku biota
17.              Sampah adalah bagian dari masalah lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan aktivitas social ekonomi dan budaya yang dilakukannya, teknologi serta organisasi social yang berkembang (Hannign, 1995)
18.              Dampak yang ditimbulkan oleh sampah dapat membawa efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung merupakan akibat yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah dan efek tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Akan ada banyak penyakit yang disebabkan oleh sampah seperti diare, muntaber, thipus, dan penyakit kulit yang dapat merugikan manusia.











V. PERSANTUNAN

Penulis menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniamya sehingga segala kemudahan selalu diberikan dalam kehidupan. Terimakasih kepada Bapak Kadarusman S.Pi., DEA.,M.Sc.,Ph.D selaku dosen pembimbing dalam praktikum serta penyelesaian laporan yang telah banyak membantu dalam berbagaihal kepada kami, meskipun tengah dalam keadaan sibuk namun tetap berkenan meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan motivasi kepada kami untuk menyelesaikan penelitian ini yang beliau lakukan dengan penuh dedikasi, kepakaran serta kesabaran yang luar biasa. Dan terimakasih kepada rekan kelompok 10 yang telah aktif dan bekerja sama dalam praktikum hingga laporan ini dapat terselesaikan.















DAFTAR PUSTAKA
Anas, S., Salma, A., Nugroho, F., Linguistika, Y., & Filinoristi, W. (2010). Metode penelitian.
Ansori, I. (2008). Keanekaragaman Nimfa Odonata (Dragonflies) Di Beberapa Persawahan Sekitar Bandung Jawa Barat. EXACTA, 6(2), 41-50.
Asri, A. S. K., & Yanuwiadi, B. (2005). Persepsi Masyarakat Terhadap Ular sebagai Upaya Konservasi Satwa Liar Pada Masyarakat Dusun Kopendukuh, Desa Grogol, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari, 6(1).
Kusmana, C. (2009). Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. In Prosiding Workshop Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat. Jatinangor (Vol. 18).
Marpaung, A. A. F. (2013). Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Ekosistem Mangrove Silvofishery Dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Morfogenetika kucing rumah (felis domesticus) di desa jagobayo kecamatan lais bengkulu utara bengkulu. EXACTA, 6(2), 30-41.
Rahman, A. (2010). Status Ekologi Mangrove untuk Upaya Pengelolaannya di Kawasan Pesisir Pulau Dua, Kecamatan Kasemen, Serang, Banten (di Luar Cagar Alam Pulau Dua).
Rumalutur, F. L. (2004). Komposisi Jenis Gastropoda pada komunitas Hutan Mangrove di Pulau Tameni dan Pulau Raja, Desa Gita, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara (Doctoral dissertation, IPB (Bogor Agricultural University)).
Siahainenia, L. (2008). Bioteknologi kepiting bakau (Scylla spp.) di ekosistem mangrove Kabupaten Subang Jawa Barat.


Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Ekologi Wilayah Pesisir Sekitar BAPPL-STP Serang"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top