MENGIDENTIFIKASI
EKOSISTEM DI SEKITAR WILAYAH PESISIR
LAPORAN
PRAKTIK EKOLOGI PERAIRAN

OLEH :
1.
ILHAM
MULYANA
2.
KURNIA
D.RIADI
3.
MONALISA
MARSELA.M
4.
MUTIARA
ISLAMI
5.
SITI
ROHMAH
PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2017
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914).
Perairan merupakan suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik
yang bersifat dinamis maupun statis.
Perairan dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin.
Ekologi perairan
merupakan cabang ilmu mengenai lingkungan yang fokus mempelajari interaksi atau
hubungan timbal balik antara organisme perairan dengan lingkungannya. Disisi lain, ekologi adalah sejarah
alam yang bersifat ilmiah “Scientific
natural history” (Elton, 1927). Dan ekologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang struktur dan fungsi alam “The
study of the structure and function of nature” (Odum, 1963) atau suatu
ilmu yang mempelajari tentang interaksi yang menentukan distribusi dan
kelimpahan organisme (Krebs, 1972).
Komponen abiotik dalam ekosistem sangat mempengaruhi
komponen biotik. Misalnya : tumbuhan dapat hidup baik apabila lingkungan
memberikan unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan tersebut, contohnya air, udara,
cahaya dan garam-garam mineral. Begitu juga sebaliknya, komponen biotik sangat
mempengaruhi komponen abiotik yaitu tumbuhan yang ada di hutan sangat
mempengaruhi keberadaan air, sehingga mata air dapat bertahan, tanah menjadi
subur. Tetapi apabila tidak ada tumbuhan, air tidak dapat bertahan sehingga
dapat menyebabkan tanah longsor dan menjadi tandus. Komponen abiotik yang tidak
tergantung komponen biotik adalah gaya grafitasi, matahari dan tekanan udara.
1.2 Tujuan Pratikum
Tujun
dari pratikum ini yaitu meliputi :
a. Mengenali
ekosistem perairan di wilayah BAPPL STP Serang- Karangantu
b. Mengetahui
komposisi jenis biota, manfaat dan interaksinya dengan ekosistem pesisir di
wilayah tersebut
c. Mengetahui
peran parameter oseanografi, faktor-faktor pengaruh, serta hubungannya dengan
biota pesisir
d. Mengetahui
jenis-jenis sampah yang berada di sekitar pantai pesisir BAPPL-SERANG beserta
permasalahannya
e. Mensyukuri
nikmat yang diberi Allah SWT atas segala kebesarannya menciptakan bumi dan
segala isinya dengan penuh keseimbangan.
II. METODE PRAKTEK
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik
dilaksanakan di sekitar wilayah kampus BAPPL Serang, yang dibagi menjadi empat
zona yaitu zona muara yang terletak di hilir sungai Cibanten, zona A terletak
di bagian timur kampus berbatasan dengan kantor TNI-AL, zona B terletak di
bagian tengah kampus dimana terdapat pintu kontrol air pasang surut, dan zona C
terletak di bagian barat yang berbatasan langsung dengan lahan budidaya
masyarakat. Pelaksanaan mulai tanggal 29 maret s/d 31 maret 2017.

Gambar 1. Peta lokasi sampling selama praktikum
ekologi perairan di wilayah kampus STP Karangantu, Serang. Yang terbagi menjadi
zona muara, zona A, zona B, dan zona C oleh Google Earth.
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Prosedur
Kerja Vegetasi dan Semak
A. Prosedur
Kerja Pengambilan Sampel Rerumputan
Prosedur kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk
mengidentifikasi jenis rerumputan yang berada di sekitar wilayah kampus
BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Menentukan
tempat dimana sampel akan di ambil.
2. Mencari
koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS
(global positioning system), lalu catat hasil koordinat dalam buku.
3.
Foto sampel rumput lalu masukan sampel
rumput ke dalam plastik gula pasir.
4.
Plastik yang sudah berisi sampel rumput
diberikan kode angka.
5.
Selesai mengambil sampel rumput di Zona
muara, dilanjutkan mengambil sampel di zona A, zona B, dan zona C.
B.
Prosedur Kerja Pengambilan Sampel
Mangrove
Prosedur kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk
mengidentifikasi jenis mangrove yang berada di sekitar wilayah kampus BAPPL-STP
Serang, yaitu:
1. Menentukan
lokasi pengamatan Zona C menggunakan Google Earth
2. Cari
koordinat tempat yang telah ditentukan menggunakan GPS
3. Telusuri
Zona C kemudian amati jenis mangrove yang ada di zona tersebut
4. Mengambil
foto daun, bunga, dan buah dari mangrove yang didapat
5. Mengambil
sampel bagian-bagian mangrove yang diperlukan
6. Mengidentifikasi
termasuk jenis mangrove yang diteliti dengan mencocokan gambar yang telah
diambil dengan data yang terdapat di internet
7. Menentukan
semua data yang didapat dalam bentuk lampiran
C. Prosedur
Kerja Pengambilan Sampel Non-Mangrove
Prosedur kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk
mengidentifikasi jenis non-mangrove yang berada di sekitar wilayah kampus
BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Menyiapkan
perlengkapan yang dibutuhkan
2. Menentukan
lokasi pengambilan data (catat koordinatnya)
3. Berjalan
perlahan menelusuri wilayah pesisir
4. Menentukan
jenis tumbuhan mangrove atau non-mangrove berdasarkan karakteristik tertentu.
5. Mengambil
sampel (daun, batang, dan buah), mencatat keberadaannya (Zona A, zona B, dan
zona C) serta mengambil gambar.
6. Mengidentifikasi
jenis tumbuhan non-mangrove berdasarkan sampel gambar
7. Menganalisis
data
2.2.2 Prosedur
Kerja Pengambilan Sampel Ikan
Prosedur
kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok
ikan yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Menyiapkan
alat yang akan di gunakan untuk menangkap sampling ikan Mudskipper
(Periophthalmus gracilis), seperti jaring dan wadah yang berisi air untuk menyimpan
sampling
2. Menentukan
lokasi dimana sampel akan diambil.
3. Mencari
koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS (global positioning
system), lalu catat hasil koordinat lokasinya.
4. Menangkap
sampel ikan Mudskipper di lokasi pengambilan sampel yang telah ditentukan
2.2.3 Prosedur
Kerja Pengambilan Sampel Kepiting (crustacea)
Prosedur kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk
mengidentifikasi kelompok kepiting (crustacea)
yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Mempersiapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu sebatang kayu panjang, jaring dan ember.
2. Menentukan
lokasi dimana sampel akan diambil.
3. Mencari
koordinat lokasi yang telah ditentukan menggunakan GPS (global positioning
system), lalu catat hasil koordinat lokasinya.
4. Menangkap
sampel kepiting di lokasi pengambilan sampel yang telah ditentukan
2.2.4 Prosedur
Kerja Pengambilan Sampel Gastropoda
Prosedur
kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok
gastropoda yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Tentukan
tempat dimana akan di ambil sampel
2. Cari
kordinat tempat yang telah di tentukan menggunakan GPS lalu catat dalam buku
kecil
3. Di
setiap tempat tentukan petakan ukuran 1mx1m
4. Setelah
ditentukan petakan, ambil semua sampel yang ada di dalam petakan yang telah di
buat
5. Sampel
yang telah terambil masukan kedalam plastic gula pasir yang telah berisi air
6. Plastik
yang sudah berisi sampel diberikan kode angka
7. Selesai
mengambil sampel di tempat 1, dilanjutkan mengambil sampel di tempat selanjutnya
dengan jarak 200-300 m dari tempat 1.
8. Ulangi
prosedur kerja 1-6 sebanyak 3 kali ditempat yang telah di tentukan.
9. Setelah
semua sampel terkumpul, cuci sampel hingga bersih dari lumpur lagi lalu di foto
sebagai dokumentasi praktek
2.2.5 Prosedur
Kerja Burung Pesisir
Prosedur
kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok
burung pesisir yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Menentukan
tempat yang akan dilakukan pengambilan sampel
2. Mencari
koordinat tempat yang telah ditentukan menggunakan GPS, lalu catat dalam buku.
3. Mengambil
foto sampel burung yang berada di tempat pengamatan
4. Setelah
pengambilan sampel selesai di Zona A, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel
di Zona B.
5. Setelah
pengamatan selesai dilakukan, maka lakukan analisis data.
2.2.6 Prosedur
Kerja Pasang Surut
Prosedur
kerja pengambilan sampel yang dilakukan untuk mengidentifikasi pasang
surut yang berada di wilayah pantai kampus BAPPL-STP Serang, yaitu:
1. Tentukan
tempat dimana akan di lakukan pengamatan pasang surut di pelabuhan Banten lama.
2. Siapkan
alat dan bahan yang diperlukan dalam pengamatan ini
3. Tempatkan
posisi alat untuk melakukan penelitian
4. Peneletian
dilakukan pada pukul 22.15 WIB hingga pukul 02.15 WIB
5. Lakukan
penelitian setiap 30 menit sekali dan catat pasang surutnya air
6. Setelah
pengamatan selesai rapikan peralatan praktek yang di gunakan untuk pengamatan
2.3 Analisis
Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode
survey-recording. Selanjutnya data dimuat ke dalam sistem tabulasi dan dianalisis
secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik
umum lokasi praktek
3.1.1
Lokasi praktikum ekologi perairan berada
diwilayah pantai kampus BAPPL – STP, Jl
STP Raya Karangantu Kecamatan Kasemen, Serang-Banten. Yang terbagi menjadi
empat zona praktikum, yaitu:
a. Zona
Muara, terletak di bagian hilir sungai Cibanten.
b. Zona
A, terletak di bagian timur kampus berbatasan dengan kantor TNI AL. (Posisi
GPS: S 06.092640 E106.16393°)
c. Zona
B, terletak di bagian tengah kampus dimana terdapat pintu kontrol air pasang
surut. (Posisi GPS: S 06.026190 E106.162270)
d. Zona
C, terletak di bagian barat, yaitu berbatasan langsung dengan lahan budidaya
masyarakat. (Posisi GPS: S 06.027880
E106.160280)

Gambar 2. Peta lokasi
sampling selama praktikum ekologi perairan di wilayah kampus STP Karangantu,
Serang. Yang terbagi menjadi zona muara, zona A, zona B, dan zona C oleh Google
Earth.
3.1.2 Muara
Muara berasal dari bahasa latin yang
berarti aestuarium inlet pasang laut, yang dengan sendirinya berasal dari
istilah aestus, yang berarti pasang. Muara merupakan tempat pertemuan antara
air laut dengan air sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Pada dasar
perairan muara terjadi pengendapan karena hal ini terjadi pertemuan partikel
pasir atau lumpur yang dibawa oleh arus sungai bertemu dengan pasir yang berada
di daerah sekitar pantai. Dengan demikian pencampuran air tersebut menghasilkan
pengendapan lumpur yang sangat berpengaruh pada perilaku kehidupan organisme
muara. Selain itu salinitas yang terbentuk di muara merupakan campuran antara
salinitas air sungai dengan salinitas laut (Hutabarat, 1985)
Lokasi sampling berada di muara
karangantu, Serang-Banten, dimana disana terdapat aktivitas masyarakat nelayan
yang tengah memancing menggunakan alat tangkap sederhana, dan perahu-perahu
kecil yang berlalu-lalang keluar masuk daerah muara.
3.1.2
Tambak
Tambak
dalam perikanan adalah kolam buatan biasanya di daerah pantai, yang diisi air
dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang
dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan
tambak ini biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Tambak yang
berada di BAPPL STP Serang ialah tambak udang dengan sistem Budidaya Udang Semi
Empang Plastik (BUSMETIK).
3.1.3
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Karangantu
Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Banten diwewenangi oleh Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi dengan pemerintah provinsi Banten
yang berfungsi sebagai tempat transaksi jual beli ikan dengan fasilitas 16 unit
pasar ikan, tempat pelelangan ikan, balai pertemuan nelayan, SPBN, instalasi
air bersih, rumah dinas, dan tempat perbaikan jaring. Pelabuhan ini belum
direncanakan untuk mengembangkan industri. Industri pengolahan ikan saat ini
berada disekitar PPN Karangantu berupa pengasinan ikan dengan jumlah pengolah
ikan sebanyak 40 unit.
3.2 Jenis
dan interaksi spesies (biota) dengan lingkungannya
3.2.1
Vegetasi dan semak
Jenis-jenis
vegetasi yang berada di lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAPPL STP
Serang, yaitu: Vegetasi mangrove, non-mangrove, dan vegetasi rerumputan. Ada
pun jenisnya, meliputi:
3.2.1.1
Vegetasi Mangrove
Kata
mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggis
grove (Macnae, 1968). Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Adapun menurut
Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit2 yang hidup di
sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah
mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan
sub-tropis.
Jenis-jenis mangrove yang terdapat
di lokasi sampling praktikum ekologi
perairan BAAPL STP Serang- karangantu, yaitu:
|
Kelompok Mangrove
|
Jumlah individu terobservasi
|
||
No
|
Jenis
Mangrove
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
1
|
Avicennia
alba
|
√
|
√
|
√
|
2
|
Rhizopora
mucronata
|
√
|
√
|
√
|
3
|
Rhizopora
apiculata
|
√
|
√
|
|
4
|
Lumnitzera
litorea
|
|
|
√
|
5
|
Avicennia
rumphiana
|
|
|
√
|
Table 1. tentang jenis mangrove,
mangrove dan rerumputan yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Daun
mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme kemudian
diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus yang kemudian menjadi
bahan makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae
(udang-udang kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan
larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan
tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu
seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan
lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia.
3.2.1.2
Vegetasi non-Mangrove
Vegetasi
non-mangrove yang berada di lokasi sampling praktikum ekologi perairan BAPPL
STP Serang, meliputi:
|
Kelompok Nong-mangrove
|
Jumlah individu terobservasi
|
|||
No
|
Jenis
Non-mangrove
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
Jumlah
|
1
|
Pohon
Kelapa (Cocos Nucifera)
|
2
|
0
|
1
|
3
|
2
|
Petai
Cina (Leucaena Leucocephala)
|
2
|
4
|
2
|
8
|
3
|
Kaktus
(Opuntia ficus-indica)
|
2
|
0
|
0
|
2
|
4
|
Pohon
Sample 4
|
0
|
2
|
1
|
3
|
5
|
Ketapang (Terminalia catappa)
|
0
|
1
|
2
|
3
|
6
|
Pohon
Sample 6
|
0
|
0
|
1
|
1
|
7
|
Pohon
Sample 7
|
0
|
3
|
1
|
4
|
8
|
Pohon
Sample 8
|
0
|
2
|
0
|
2
|
Table
2.
tentang jenis non-mangrove yang
ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
3.1.1.1
Vegetasi rerumputan
Jenis-jenis vegetasi rerumputan yang
berada di daerah lokasi samlpling praktikum BAPPL STP Serang-Karangantu,
meliputi:
|
Kelompok
Rerumputan
|
Jumlah
individu terobservasi
|
||
No
|
Jenis Rerumputan
|
Zona A
|
Zona B
|
Zona C
|
1
|
Rumput Bermuda ( cynodon dactylon )
|
√
|
√
|
√
|
2
|
Rumput Belulang (Eleusine indica)
|
√
|
√
|
√
|
3
|
Rumput Bede (Brachiaria decumbens)
|
√
|
√
|
´
|
4
|
Rumput Jampang (Artocarpus elasticus)
|
√
|
´
|
√
|
5
|
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
|
√
|
√
|
´
|
6
|
Seteria ( Seteria sphacelate )
|
√
|
√
|
´
|
7
|
Rumput jarum ( Chrisopogon ariculatus )
|
√
|
√
|
√
|
8
|
Rumput raja ( pennisetum purpupoides )
|
√
|
´
|
´
|
Table 3. tentang jenis
rerumputan yang ditemukan di pesisir dan
areal BAPPL STP-Serang
Vegetasi non-mangrove dan vegetasi
rerumputan memiliki berbagai
manfaat
di suatu lingkungan. Adapun fungsi ekologisnya, meliputi:
1. Mereduksi
polutan dan memproduksi oksigen
Struktur
batang, cabang, ranting, dan daun pada vegetasi non-mangrove dapat mereduksi
kebisingan, debu, dan view yang mengganggu. Melalui proses-proses fisiologis,
tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat
menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2),
dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara disekitarnya pada siang
hari.
2. Memperbaiki
kualitas iklim lokal
Pada permukaan
tanah yang diberikan pengerasan akan menyebabkan peningkatan suhu, penurunan
muka air tanah, dan pengurangan pergerakan udara. Sedangkan permukaan tanah
yang ditutupi dengan penghijauan akan membuat suhu lebih sejuk, pergerakan
udara lebih baik, dan debu berkurang.
Selain itu vegetasi juga dapat
memberikan efek pembayangan,
yaitu efek bayangan vegetasi yang dapat menahan 70% panas matahari yang
jatuh ke tanah, dan penurunan suhu. Suhu udara bisa
diturunkan 5,5 –11°C, ketika suhu rata-rata udara 32°C, dan ketika suhu
rata-rata udara 21°C, suhu dapat turun hingga 2,5 –5,5°C. Pada hutan
lebat, 80% radiasi matahari bisa di tangkap daun, ranting pepohonan, dan yang
mencapai tanah bisa kurang dari 5% sepanjang hari. Permukaan berumput
lebih dingin 33% karena rumput dapat menjaga agar suhu tetap
konstan. Vegetasi mempunyai efek mendinginkan, hal ini dapat
diketahui bahwa sampai siang hari, dibawah pohon lebih dingin 25oC
daripada diatas pohon. Ketika malam hari, suhu 1,3oC lebih dingin
dari lingkungan sekitarnya. Jadi vegetasi mampu membuang atau
mengurangi radiasi sinar matahari dengan baik.
3.2.2
Ikan
|
Kelompok Ikan
|
Jumlah individu
terobservasi
|
||
No
|
Jenis ikan
|
Zona A
|
Zona B
|
Zona C
|
1
|
Ikan Glodok (
Periophthalmus sp. )
|
|
√
|
|
Table
4.
tentang jenis ikan yang ditemukan di
pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Ikan glodok
biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya. di pantai
pulau-pulau karang yang ada bakaunya. Ikan Glodok ( Periophthalmus sp. ) bila
air surut banyak terlihat keluar dari air, merangkak atau melompat lompat di
atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau, baru turun kembali ke
lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi pada
lubang-lubang sarangnya.
Memanjang dan memiliki kepala yang bulat
dengan ujung badan pipih memanjang. Kulit ikan glodok bersisik dan berlumpur.
Ikan ini memiliki sepasang sirip pectoral, sirip perut terpisah dengan sirip
anal, dan sirip punggung. Menurut Murdy (1989), ciri utama dari ikan glodok
genus Periophthalmodon adalah terdapat dua baris gigi pada bagian rahang atas
mulut.
Toleransinya sangat besar terhadap
perubahan salinitas. Sirip dada ekornya digunakan sebagai alat gerak di darat.
Ikan ini kadang-kadang bergerombol bertengger pada akar-akar tunjang pohon
bakau Rhizophora atau berada di antara akar-akar tunjang pohon bakau Sonneratia.
Sirip perutnya yang menyatu berfungsi sebagai alat penghisap untuk berpegang.
3.2.3.
Krustasea
Rebon
atau jambret berasal dari organisme semacam udang yang dimanfaatkan oleh
nelayan di daerah pertambakan sepanjang pantai utara Jawa (Schuster 1952) in Yusmansyah et al. (2005). Rebon termasuk ordo Mysidaceae terdiri dari genus
Acetes dan Lucifer; jenis yang cukup penting dan tersebar di daerah tropis
adalah A. erythraeus. A. intermedius, A. sibogae, dan A. vulgaris (Dahuri 1986). Habitat rebon
biasanya terbatas pada perairan pantai yang landai, muara sungai dan daerah
estuaria. Kelompok rebon juga banyak dijumpai di daerah pertambakan atau
sungai-sungai di sekitar pintu pertambakan.
Kelompok
Udang
|
Jumlah
individu terobservasi
|
||||
No
|
Jenis Krustasea (Udang)
|
Zona A
|
Zona B
|
Zona C
|
Jumlah
|
1
|
Udang Rebon (Acetes)
|
|
√
|
|
|
Table
5.
tentang jenis udang yang ditemukan di
pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Udang akan
datang ke daerah mangrove disaat periode pasang surut dan menetap untuk
membesarkan larvanya (juvenile), selanjutnya bermigrasi ke laut. Perairan
mangrove merupakan daerah yang cocok sebagai tempat membesarkan diri (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground).
Udang
rebon yang ditangkap diduga adalah salah satu jenis udang yang berukuran kecil,
artinya bukan udang pada stadia mysis. Hal ini, sesuai dengan pernyataan
Crosnier (1984) in Yusmansyah et. al. (2005) bahwa secara ekosistem
penyebaran udang dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah muara sungai atau
estuaria dan daerah lepas pantai pada perairan estuaria yang merupakan daerah
pemijahan (spawning ground)
udang berada pada stadia post larva dan juvenil yang umumnya berukuran kecil
sedangkan di lepas pantai udang berada pada stadia dewasa dan umumnya berukuran
besar.
Ditinjau
dari habitatnya udang rebon dari genera Acetes dan Lucifer (famili Sergestidae)
menyenangi perairan laut dangkal pada kedalaman dari 20 meter, daerah perairan
yang terpisah dari laut terbuka (open
sea) oleh adanya semenanjung atau pulau, kisaran pasang surut cukup
tinggi dan dasar perairan berupa lumpur atau lumpur berpasir.
Kelompok Kepiting
|
Jumlah individu terobservasi
|
||||
No
|
Jenis
Kepiting
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
Jumlah
|
1
|
Kepiting
Wideng (sesarma spp)
|
1
|
1
|
1
|
3
|
2
|
Kepiting
Uca/Fiddler Crab (Uca triangularus)
|
0
|
1
|
0
|
1
|
3
|
Kepiting
Terrestial Halloween Crab (Geocarcinus
ruricola)
|
1
|
1
|
0
|
2
|
4
|
Kepiting
Bakau (Scylla serrata)
|
0
|
2
|
0
|
2
|
5
|
Kepiting
Jingking (Ocypode kuhlii)
|
0
|
5
|
3
|
8
|
6
|
Kepiting
Uca/Fiddler Crab (Uca coartata)
|
5
|
0
|
4
|
9
|
Table 6. tentang jenis
kepiting yang ditemukan di pesisir dan
areal BAPPL STP-Serang
a.
Kepiting Wideng
Merupakan kepiting anggota Sesarmidae
dari jenis Sesarma spp yang hidup pada substart pantai. Kepiting keluarga
Grapsidae tersebut populasinya senantiasa tinggi, memiliki status makan
omnivore dan cenderung herbivore (Kathiresan, 2007). Wideng memiliki perilaku
memakan bagian kulit mangrove pada batas air pasang, termasuk bibit mangrove
(Cannicci et al, 2008).
b.
Kepiting
Uca/Fiddler Crab (Uca triangularus)
Kepiting uca adalah jenis kepiting yang
hidup dalam lubang atau berendam dalam substrat dan merupakan penghuni tetap
hutan mangrove. Kepiting Uca spp. akan selalu menggali lubang dan berdiam di
dalam lubang untuk melindung tubuhnya terhadap temperature yang tinggi, karena
air yang berada dalam lubang galian dapat membantu mengatur suhu tubuh melalui
evaporasi (Smith dan Miller, 1973). Ciri kepiting Uca yang menonjol adalah pada
jantan salah satunya capitnya berukuran sangat besar, tidak seimbang dengan
ukuran capit yang lain dimana berukuran sangat kecil. Biasanya capitnya
digunakan sebagai alat bertempur, sedangkan kepiting betina memiliki 2 buah
capit yang berukuran kecil, sehingga dapat lebih mudah untuk makan dan mencari
makanan dari kepiting jantan.
c.
kepiting bakau
Kepiting
bakau (Scylla
serrata Forskal) adalah merupakan salah satu komoditas ekonomis tinggi
yang sangat cocok dikembangbiakan (Departemen Pertanian, 1999).
Permasalahan
yang selalu terjadi pada ekosistem mangrove ini antara lain mencakup peranan,
pemanfaatan dan dampak dari pemanfaatan ekosistem tersebut. Ekosistem mangrove
mempunyai peranan sebagai perpaduan antara aspek fisik dan biologi, yang
dikenal sebagai fungsi ekologis. Sedangkan pemanfaatan akan bermakna sebagai
aspek ekonomi dimana manusia merupakan salah satu unsur utama yang berperan
sebagai pengguna ekosistem tersebut. Keterkaitan antara ekosistem mangrove
dengan kehidupan manusia akan memiliki arti dan dampak yang sangat luas baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Kepiting bakau Scylla spp terutama hidup di laut dan sebagian hidup di
perairan bakau dan perairan payau. Jenis tersebut banyak didapati di perairan
yang memiliki hutan mangrove (Kasry, 1999). Sejauh ini kepiting bernilai
ekonomis penting tersebut ditangkap dari perairan hutan mangrove untuk
keperluan yaitu konsumsi dan budidaya. Namun demikian seiring dengan
meningkatnya kebutuhan dan semakin berkurangnya area hidup di kawasan mangrove,
jumlah yang dapat ditangkap semakin sedikit dan semakin kecil ukuran badannya
(Le Vay, 2001).
Beberapa nelayan saat ini juga sudah berinisiatif membesarkan dengan teknik
pen maupun kandang (drive-in cage) untuk meningkatkan nilai jual. Metode
pengandangan di dalam krangkeng merupakan salah satu metode yang praktis
(Syaripuddin, 2006). Pemeliharaan secara tunggal menggunakan kandang krangkeng
sangat disarankan. Hal ini antara lain dikaitkan dengan berbagai kelebihan
berikut : Mudah dalam manajemen kandang, pakan dan mikrohabitat. Efisien dalam konversi energi dan ramah lingkungan karena tidak menebang mangrove
(Mirera dan Mtile, 2009).
3.2.3
Gastropoda
Kata
gastropoda diambil dari bahasa latin, gastro (perut) dan poda (kaki) (Pachenik,
1998). Kelas gastropoda sendiri terbagi dalam 3 sub-kelas, menurut Russel –
Hunter (1983) yaitu :
1.
Sub-kelas Prosobranchia, yang terdiri
atas 3 ordo ; Archaeogastropoda, Mesogastropoda dan Neogastropoda
2.
Sub-kelas Opisthobranchia terdiri atas 8
ordo ; Chephalasipidae, Pyramidellacea, Acocchlidioidea, Anapidea, Notaspidea,
Saccoglossa, Thecosomata dan Gymnosomata.
3.
Sub-kelas Pulmonata terdiri atas 2 ordo
; Basommatophora dan Stylommatophora
Kelompok Gastropoda
|
Jumlah individu terobservasi
|
||||
No
|
Jenis
Gastropoda
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
Jumlah
|
1
|
Telescopium telescopium
|
2
|
3
|
18
|
23
|
2
|
Battillaria minima
|
15
|
0
|
0
|
15
|
3
|
Murex siphelinus
|
3
|
0
|
0
|
3
|
4
|
Marula granulatee
|
15
|
0
|
0
|
15
|
5
|
Cerithidea cingulata
|
0
|
105
|
120
|
225
|
6
|
Latona faba
|
18
|
0
|
0
|
18
|
Table 7. tentang jenis
gastropoda yang ditemukan di pesisir dan
areal BAPPL STP-Serang
Gastropoda adalah salah satu kelompok
makrozoobentos memiliki peranan yang sangat besar dalam penyedian hara bagi
pertumbuhan dan perkembangan vegetasi mangrove maupun bagi biota itu sendiri.
Gastropoda berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah
daun-daun menjadi bagian kecil (detritus), kemudian proses ini akan dilanjutkan
oleh mirkoorganisme. Umumnya keberadaan gastropoda akan mempercepat proses
dekomposisi. Gastropoda merupakan
hewan yang bergerak dengan menggunkan perutnya (gaster= perut dan podos=kaki)
yang saat ini mulai terancam keberadaannya karena rusaknya ekosistem hutan
mangrove karena konversi lahan, dampak ekologis yang ditimbulkan adalah
mengganggu keseimbangan ekosistem hutan mangrove.
Kondisi fisik yang sangat bervariasi
dalam ekosistem mangrove menyebabkan faunanya hidup pada habiat berlainan.
Lingkungan ekosistem mangrove menyediakan habitat yang baik kolonisasi berbagai
fauna yaitu adanya naungan, substrat dasar yang lembab, pohon sebagai tempat
menempel dan kelimpahan detritus organik sebagai makanan (Plaziat 1974 in Samson 1999). Gastropoda yang
hidup di kawasan ini umumnya hidup di permukaan substrat dan menempel pada
vegetasi mangrove.
3.2.4
Burung pesisir
Kelompok Burung
|
Jumlah individu terobservasi
|
||||
No
|
Jenis
Burung
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
Jumlah
|
1
|
Kuntul
(Egretta alba)
|
√
|
√
|
√
|
±5
|
2
|
Bangau
(Leptoptilos crumeniferus)
|
√
|
√
|
√
|
±2
|
3
|
Pecuk
(Microcarbo niger)
|
√
|
0
|
√
|
±4
|
4
|
Pipit
(Estrilda troglodytes)
|
√
|
√
|
√
|
±10
|
5
|
Kancilan
Bakau (Pachycephala cinerea)
|
√
|
0
|
√
|
±8
|
Table 8. tentang jenis
burung pesisir yang ditemukan di pesisir
dan areal BAPPL STP-Serang
Burung adalah salah satu makhluk yang mengagumkan. Berabad-abad
burung menjadi sumber inspirasi dan memberikan kesenangan kepada masyarakat
Indonesia karena keindahan suara dan bulunya. Burung juga merupakan indicator
yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nikai keanekaragaman hayati
lainnya (Rombang dan Rudyanto, 1999).
Sebagai salah satu komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan
timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan
manfaat ini maka kehadiran burung dalam ekosistem perlu di pertahankan
(Arumsari, 1989).
Berdasarkan tipe habitatnya, burung dapat dikelompokkan ke dalam
burung perkotaan, daerah perkampungan, persawahan, padang rumput dan semak
belukar, danau/rawa, daerah tepi sungai, daerah
padang terbuka, hutan, hutan pegunungan, dan dataran tinggi (di atas 300
mdpl) (Ontario et al. 1991)
1. Burung Kuntul
Burung
kuntul berukuran besar yaitu 69 cm, Tidak ada ciri-ciri khas yang mencolok,
ukuran badang sedang, leher tidak bersimpul. Burung kuntul memiliki kebiasaan
berdiam untuk menangkap mangsa. Apabila terganggu akan mengeluarkan suar
“krooaa-kr” sambil lepas landas.
2. Burung Pipit
Bondol
adalah jenis burung kecil yang tergolong ke dalam ordo Passeriformes, famili
Estrildidae. Sebelumnya burung yang termasuk dalam genus Lonchura ini
dimasukkan ke dalam famili manyar-manyaran, Ploceidae. Genus atau marga ini
hidup menyebar luas di Afrika dan Asia bagian selatan, mulai dari India dan Sri
Lanka ke timur hingga Indonesia dan Filipina. Secara umum, bondol juga dikenal
luas sebagai burung pipit. Yang termasuk ke dalam golongan bondol ini yaitu
bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dan bondol peking (Lonchura punctulata).
3. Burung Kancilan Bakau
Burung
ini memiliki ciri tubuh berbulu keabu-abuan dan tanpa ciri khas. Kepala
berwarna abu-abu. Punggung, sayap, dan ekor berwarna coklat keabu-abuan, pada
bagian tenggorokan, dada, dan sisi tubuh berwarna abuabu muda. Bulu pada bagian
perut berwarna keputihputihan. Paruh berwarna abu-abu tua, berukuran kecil dan
kuat, kaki terlihat ramping. Burung kancilan memiliki kebiasaan mencari makan
pada ranting pohon
4. Burung Bangau
Bangau adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ciconiidae. Badan berukuran besar,
berkaki panjang, berleher panjang namun lebih pendek dari burung Kuntul, dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal. Makanan
berupa Katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai. Bangau tidak memiliki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang
diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan. Bangau merupakan burung
pantai migran,
terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus
udara panas
sehingga dapat menghemat tenaga.
5. Burung Pecuk
Pecuk adalah burung laut
berukuran sedang hingga besar. Ukuran burung-burung ini bervariasi, dari 45 cm
dengan berat 340 gram
hingga yang berukuran 1 meter
dan berat mencapai 5 kg.
Paruhnya panjang, tipis, dan berkait tajam; sangat berguna untuk menangkap dan
memegang ikan
yang menjadi mangsanya. Kakinya berselaput di antara keempat jarinya.
Burung-burung pecuk lebih sering berkeliaran di sekitar pantai daripada jauh di
tengah laut.
Manfaat ekologis burung :
Sebagai penyeimbang rantai
makanan dalam ekosistem, yaitu sebagai predator yang mengontrol populasi hama
seperti tikus dan serangga, karena seekor burung pemakan serngga tiap harinya
dapat memakan serangga lebih kurang sepertiga berat badannya. Membantu
penyerbukan Bunga dan penyebar biji, karena burung dapat membantu proses
regenerasi tanaman ataupun hutan.
3.2.5
Biota akuatik lainnya
|
Kelompok Biota akuatik lainnya
|
Jumlah individu terobservasi
|
|||
No
|
JenisBiota
lainnya
|
Zona
A
|
Zona
B
|
Zona
C
|
Jumlah
|
1
|
Belalang
|
√
|
√
|
√
|
|
2
|
Ular
|
|
√
|
|
|
3
|
Capung
|
√
|
√
|
√
|
|
4
|
Kupu-Kupu
|
√
|
√
|
√
|
|
5
|
Kucing
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
Table 9. tentang biota
akuatik lainnya yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Beberapa
jenis serangga juga berguna bagi kehidupan manusia seperti lebah madu, ulat
sutera, kutu lak, serangga penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak
tanaman, pemakan detritus dan sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk
lain, termasuk manusia. Tetapi sehari-hari kita mengenal serangga dari aspek
merugikan kehidupan manusia karena banyak di antaranya menjadi hama perusak dan
pemakan tanaman pertanian dan menjadi pembawa (vektor) bagi berbagai penyakit
seperti malaria dan demam berdarah. Walaupun demikian sebenarnya serangga
perusak hanya kurang dari 1 persen dari semua jenis serangga. Dengan mengenal
serangga terutama biologi dan perilakunya maka diharapkan akan efisien manusia
mengendalikan kehidupan serangga yang merugikan ini.
Keanekaragaman
yang tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi dan perilaku adaptasi dalam
lingkungannya, dan demilkian banyaknya jenis serangga yang terdapat di muka
bumi, menyebabkan banyak kajian ilmu pengetahuan, baik yang murni maupun
terapan, menggunakan serangga sebagai model. Kajian dinamika populasi misalnya,
bertumpu pada perkembangan populasi serangga. Demikian pula, pola, kajian
ekologi, ekosistem dan habitat mengambil serangga sebagai model untuk
mengembangkannya ke spesies-spesies lain dan dalam skala yang lebih besar.
1. Belalang
Belalang
dan kerabatnya ordo Orthoptera merupakan salah satu anggota dari kelompok
serangga (kelas Insecta). Jenis-jenisnya mudah dikenal karena memiliki bentuk
yang khusus misalnya belalang, jangkrik, dan kecoa. Nama belalang sudah sangat
terkenal dalam sejarah kuno sebagai makanan manusia dan penghancur tanaman
pertanian (LAI 2007), dan makanan bagi satwa liar (Kahono & Amir 2003).
2. Ular
Ular
adalah reptil yang mudah dikenali, diklasifikasikan kedalam ordo Squamata,
subordo Serpentes (Ophidia). Terdapat 2500-2700 jenis ular dalam 414 genus dan
13 famili di seluruh permukaan bumi kecuali daerah Artik, Islandia, Selandia
Baru, dan beberapa pulau kecil di lautan luas (Obst et al., 1988). Memiliki
ukuran panjang antara 150-11400 mm, tetapi kebanyakan 250-1500 mm. Hampir semua
ular teresterial, banyak juga yang hidup di liang, di air tawar atau air asin,
bahkan memanjat pohon. Bentuk ular umumnya memanjang tidak berkaki, tidak
memiliki lubang telinga, tetapi mempunyai perasa yang sangat sensitif dan
memiliki reseptor kimia. Warna tubuh umumnya coklat, abu-abu, atau hitam namun
ada juga merah terang, kuning, atau hijau dengan bercak/bintik/gelang/garis
yang bervariasi (Halliday dan Adler, 1986). Supriatna (1981) melaporkan bahwa
di Indonesia terdapat sekitar 400 jenis dengan sekitar 110 jenis yang berbisa
atau sekitar 30%. Ular berbisa tersebut kebanyakan hidup di laut dan hanya
sekitar 35 jenis saja yang hidup di darat.
3. Capung
Capung termasuk dalam kingdom
Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi
ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Subordo Anisoptera
memiliki tujuh famili, sedangkan famili yang termasuk subordo Zygoptera
sebanyak 19 famili. Capung memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah
dengan dilengkapi mata majemuk, tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan
bulu pendek menyerupai antena serta tipe mulut mandibulata (Gullan & Cranston
2000). Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm
bahkan bisa mencapai 17 cm. Menurut Susanti (1998), di Indonesia terdapat
sekitar 750 jenis capung. Capung memiliki peranan dalam ekosistem sebagai
predator hama, bahkan capung jarum (Subordo: Zygoptera) ikut berperan sebagai
musuh alami yang dapat mengurangi populasi hama tanaman pangan (Ariwibowo
1991).
4. Kupu-kupu
Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera
(lepis berarti sisik, pteron berarti sayap) dari kelas Insecta (serangga) yang
permukaan sayapnya tertutup oleh sisik. Jumlah jenis kupu-kupu yang telah
diketahui di seluruh dunia diperikirakan ada sekitar 13.000 jenis sedangkan
beberapa ribu lagi belum diidentifikasi (Peggie dan Amir, 2006). Menurut Clark
et al. (1996), kupu-kupu menyukai tempat yang bersih dan sejak serta tidak
terpolusi oleh pestisida, asap dan bau yang tidak sedap. Tubuh kupu-kupu
tersusun atas 3 bagian, yaitu caput (kepala) berbentuk kapsul bulat kecil yang
memiliki sepasang antenna yang panjang yang berfungsi sebagai perasa dan peraba
(Sastrodiharjo, 1989)., thorax (dada), dan abdomen (perut). Kupu-kupu mengalami
empat fase selama hidupnya yaitu : fase ovum, larva, pupa dan imago.
5. Kucing
Kucing adalah karnivora predator
yang berukuran kecil, termasuk mamalia crepuscular yang telah berasosiasi
dengan manusia lebih dari 9.500 tahun. Sebagai seekor predator yang
berketerampilan, kucing diketahui mampu memburu lebih dari 1.000 species untuk
makanan. Biasanya memiliki berat antara 2,5 – 7 kg. memiliki variasi warna yang
dikendalikan oleh pigmen melanin yang memproduksi warna hitam pada rambut
(Wright & Walters 1980, cit., Noor 2007).
Manfaat ekologis biota
lainnya
Kucing
memiliki kemampuan menyingkirkan tikus dan hamster dari tempat penyimpanan
makanan manusia dan melindungi manusia dari binatang liar. Ular berperan
sebagai predator dan mangsa dalam rantai makanan. Ular merupakan predator alami
tikus, serangga dan laba-laba sehingga dapat menjaga populasi hama tetap
terkendali, ular merupakan mangsa bagi mamalia dan burung-burung predator.
Menurut Nakamuta, dkk (2008), kupu-kupu merupakan salah satu kelompok serangga
yang dapat dipakai sebagai indicator perubahan lingkungan. Capung bermanfaat
penting pada ekosistem persawahan, sebagai serangga predator baik dalam bentuk
nimfa maupun dewasa, dan memangsa berbagai jenis serangga serta organisme lain.
Selain itu, capung dijadikan sebagai indicator kualitas ekosistem (Jhon, 2001).
3.3
Variasi dan peran parameter oseanografi dalam mendukung kelangsungan hidup biota
3.3.1
Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami
lakukan terhadap parameter oseanografi salah satunya adalah suhu disekitar
pesisir Kampus STP Serang, kami mendapatkan hasil seperti pada gambar 10 di
bawah ini yang merupakan Variasi Suhu (°C) Selama Pengamatan di Dermaga
Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas
menunjukan bahwa pukul 21.20 hingga pukul 21.45 mengalami kenaikan tertinggi
dan pada pukul 21.45 hingga pukul 22.45 mengalami kestabilan suhu, sedangkan
pada pukul 22.45 hingga pukul 23.45 mengalami penurunan.
Suhu
|
Waktu
|
Rata-rata
|
NO
|
||
1
|
21.20
|
28,78
|
2
|
21.45
|
29,5
|
3
|
22.15
|
29,5
|
4
|
22.45
|
29,5
|
5
|
23.15
|
29,42
|
6
|
23.45
|
29,35
|
Table 10. tentang suhu
yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Grafik 1. tentang suhu
yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Faktor-faktor
yang mempengaruhi :
1. Garis
lintang
2. Kedalaman
Hubungan dengan
biota :
1. Dapat
mempengaruhi aktivitas makan biota
2. Efek
pada proses reproduksibiota
3. Dapat
mempengaruhi aktivitas metabolisme biota
3.3.2
Salinitas
|
SALINITAS
|
|
No
|
Waktu
|
ppt
|
1
|
21:40
|
30
|
2
|
22:18
|
34
|
3
|
22:50
|
33
|
4
|
23:20
|
29
|
5
|
23:50
|
30
|
6
|
00:20
|
31
|
7
|
00:50
|
29
|
8
|
01:20
|
28
|
Table 11. tentang
salinitas yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Grafik 2. tentang
salinitas yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Salinitas merupakan Variasi
Salinitas (ppt) Selama Pengamatan di Dermaga Pelabuhan Perikanan
Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pukul 21.40
hingga pukul 22.18 mengalami kenaikan dan pada pukul 22.18 hingga pukul 23.20
mengalami penurunan suhu, pada pukul
23.20 hingga pukul 00.20 mengalami
kenaikan dan pada pukul 00.20 hingga pukul 01.20 mengalami penurunan kembali
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Penguapan,
makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilyah, maka salinitasnya
tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapann air lautnya,
maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2. Curah
hujan, makin besar atau banyak curuh hujan di suatu wilayah laut maka salinitas
air laut itu akan akan rendah dan sebaliknya makain sedikit atau kecil curah
hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3. Banyak
sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang
bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan
sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka
salinitasnya akan tinggi.
3.3.3
Pasang surut
|
PASANG SURUT
|
|
No
|
Waktu
|
Level (cm)
|
1
|
22:15
|
73
|
2
|
22:45
|
72
|
3
|
23:15
|
71
|
4
|
23:45
|
70
|
5
|
00:15
|
66
|
6
|
00:45
|
60
|
7
|
01:15
|
54
|
8
|
01:45
|
52
|
9
|
02:15
|
55
|
Table 12. tentang pasang
surut yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang

Grafik 3. tentang pasang
surut yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
Merupakan Variasi
Pasang surut { (Level (cm) }Selama Pengamatan di Dermaga Pelabuhan
Perikanan Nusantara Karangantu.dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa
pukul 22.15 hingga pukul 01.45 mengalami penurunan drastis dan pada pukul 01.45 hingga pukul 02.15
mengalami kenaikan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi :
1.
Perbedaan salinitas massa air laut
2.
Tiupan angin
3.
Pasang surut, atau perbedaan permukaan
samudera
Pasang
surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan
benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di
luar materi itu berada. Sehingga pasang surut yang terjadi di bumi terdapat
dalam tiga bentuk (GROSS, 1997) yaitu: Pasang surut atmosfer (Atmospheric
Tide), Pasang surut laut (Ocean Tide) dan Pasang surut bumi (Boily Tide).
Hubungan
biota dengan pasang surut adalah kombinasi antara pasang surut dan waktu dapat
menimbulkan bentuk adaptasi yang mencakup adaptasi structural, fisiologi dan
tingkah laku biota.
3.4
Sampah dan permasalahannya
Menurut definisi
World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya (Chandra, 2006). Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan
biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003)
mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak
dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.
Sumber dan
Jenis Sampah:
a.
Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
Sampah ini
terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa
makanan baik yang sudah dimasak atau belum,
bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya,
pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan
dari kebun atau taman
b.
Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini
berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal
bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya.
c.
Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik
perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya.
Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya
sampah ini bersifat anorganik dan mudah terbakar (rubbish).
d.
Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang
umumnya terdiri dari : kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir,
sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan
sebagainya.
e.
Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan
industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala
sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan
barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f.
Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari
perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi,
batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
g.
Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan
jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya:
batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h.
Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini,
berupa :
kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai
binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).
Jenis Sampah:
a.
Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung
didalamnya
1.
Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak
dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
2.
Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan
sebagainya.
|
Kelompok Sampah
|
Jumlah individu
terobservasi
|
|||
No
|
Jenis sampah plastik
|
Zona A
|
Zona B
|
Zona C
|
Jumlah
|
1
|
Bungkus Minuman Sacet
|
4/m²
|
6/m²
|
4/m²
|
14/m²
|
2
|
Kantong Plastik
|
5/m²
|
3/m²
|
3/m²
|
11/m²
|
3
|
Botol Minuman
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
4
|
Bungkus Makanan
|
1/m²
|
3/m²
|
1/m²
|
5/m²
|
5
|
Shampoo Sachet
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
6
|
Kemasan Mi Instan
|
2/m²
|
3/m²
|
1/m²
|
6/m²
|
7
|
Kemasan Detergen
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
8
|
Plastik Kiloan
|
2/m²
|
4/m²
|
1/m²
|
7/m²
|
9
|
Bungkus Permen
|
3/m²
|
3/m²
|
4/m²
|
10/m²
|
10
|
Bungkus Penyedap Rasa
|
1/m²
|
3/m²
|
1/m²
|
5/m²
|
11
|
Aqua Gelas
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
5/m²
|
12
|
Poly Bag
|
2/m²
|
2/m²
|
2/m²
|
6/m²
|
13
|
Bungkus Minyak Goreng
|
|
1/m²
|
1/m²
|
2/m²
|
14
|
Tutup Botol
|
1/m²
|
1/m²
|
2/m²
|
4/m²
|
Table 11. tentang jenis
sampah plastik yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
|
Kelompok Sampah
|
Jumlah individu
terobservasi
|
|||
No
|
Jenis sampah Non-plastik
|
Zona A
|
Zona B
|
Zona C
|
Jumlah
|
1
|
Sterofoam
|
1/m²
|
2/m²
|
1/m²
|
4/m²
|
2
|
Sandal Karet
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
3
|
Kaca
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
4
|
Cangkang Bivalvia
|
|
1400/m²
|
100/m²
|
1500/m²
|
5
|
Cangkang Gastropoda
|
10/m²
|
100/m²
|
20/m²
|
130/m²
|
6
|
Daun
|
8/m²
|
30/m²
|
20/m²
|
58/m²
|
7
|
Kayu
|
1/m²
|
8/m²
|
2/m²
|
11/m²
|
8
|
Propagol
|
|
8/m²
|
|
8/m²
|
9
|
Buah Kelapa
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
10
|
Kertas
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
11
|
Kaleng
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
12
|
Kain
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
3/m²
|
13
|
Sepatu
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
1/m²
|
Table 12. tentang jenis
sampah non-plastik yang ditemukan di pesisir dan areal BAPPL STP-Serang
b.
Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
1.
Sampah yang mudah terbakar
Sampah yang mudah terbakar misalnya : kertas, karet,
kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.
2.
Sampah yang tidak dapat terbakar
Sampah yang mudah terbakar misalnya: kaleng-kaleng
bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003)
Penyebab munculnya sampah
Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat menyebabkan munculnya
masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku
manusia semata-mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan
kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan umum/kepentingan bersama, maka
dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan
akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi. Oleh
karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan
kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat
untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang
menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka
untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang paling
tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/keterkaitan antara
manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya banyak terdapat di
lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara
yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi
Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan
sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan
pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala
hubungan/ keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang
ditimbulkannya.
IV. KESIMPULAN
1.
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk
hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914)
2.
Perairan suatu kumpulan massa air pada
suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis maupun statis. Perairan dapat merupakan perairan
tawar, payau, maupun asin.
3.
Ekologi perairan merupakan cabang ilmu
mengenai lingkungan yang fokus mempelajari interaksi atau hubungan timbal balik
antara organisme perairan dengan lingkungannya.
4.
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove
adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis
sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob.
5.
Manfaat ekologis mangrove adalah berguna
sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen (Bengen, 2004).
6.
Selain vegetasi mangrove, di lokasi
sampling praktikum ekologi perairan BAPPL STP Serang juga ditemukan vegetasi
non-mangrove beserta vegetasi rerumputan yang dapat berperan penting bagi
keseimbangan ekosistem di wilayah sampling.
7.
Di lokasi sampling praktikum ekologi
perairan terdapat muara, tambak, PPN, dan konservasi mangrove.
8.
Masih banyak sampah plastik dan
non-plastik yang terdapat di wilayah sampling, terutama di wilayah muara.
9.
Terdapat banyak biota di wilayah
sampling seperti ikan glodok atau mudskipper, kepiting, burung, ulat,
ubur-ubur, capung, ular, gastropoda, udang, dll.
10.
Manfaat ekologis biota-biota yang ada di
wilayah sampling yaitu sebagai predator dan mangsa yang saling berhubungan
dalam rantai makanan
11.
Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu
adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angina dan sirkulasi udara , letak
ketinggian dan kedalaman dari permukaan laut.
12.
Hubungan suhu dengan biota adalah peningkatan
suhu dapat menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolism
13.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan
salinitas air yaitu pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan, aliran sungai, kedalaman perairan.
14.
Hubungan salinitas
dengan biota adalah jika salinitas semakin menurun maka akan menghambat proses
fotosintesis lamun. Lalu jika salinitas semakin meningkat maka akan menurunkan
kadar oksigen terlarut dalam air
15.
Pasang surut adalah
perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa
lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu
berada.
16.
Hubungan pasang surut dengan
biota adalah kombinasi antara pasang surut dan waktu dapat menimbulkan bentuk
adaptasi yang mencakup adaptasi structural, fisiologi dan tingkah laku biota
17.
Sampah adalah bagian
dari masalah lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan
aktivitas social ekonomi dan budaya yang dilakukannya, teknologi serta
organisasi social yang berkembang (Hannign, 1995)
18.
Dampak yang ditimbulkan oleh sampah
dapat membawa efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung merupakan akibat
yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah dan efek tidak langsung
dapat dirasakan oleh masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan
pembuangan sampah. Akan ada banyak penyakit yang disebabkan oleh sampah seperti
diare, muntaber, thipus, dan penyakit kulit yang dapat merugikan manusia.
V. PERSANTUNAN
Penulis
menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karuniamya sehingga segala kemudahan selalu diberikan
dalam kehidupan. Terimakasih kepada Bapak Kadarusman
S.Pi., DEA.,M.Sc.,Ph.D selaku dosen pembimbing dalam praktikum serta
penyelesaian laporan yang telah banyak membantu dalam berbagaihal kepada kami,
meskipun tengah dalam keadaan sibuk namun tetap berkenan meluangkan waktu untuk
membimbing, serta memberikan motivasi kepada kami untuk menyelesaikan penelitian
ini yang beliau lakukan dengan penuh dedikasi, kepakaran serta kesabaran yang
luar biasa. Dan terimakasih kepada rekan kelompok 10 yang telah aktif dan
bekerja sama dalam praktikum hingga laporan ini dapat terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas,
S., Salma, A., Nugroho, F., Linguistika, Y., & Filinoristi, W. (2010).
Metode penelitian.
Ansori,
I. (2008). Keanekaragaman Nimfa Odonata (Dragonflies) Di Beberapa Persawahan
Sekitar Bandung Jawa Barat. EXACTA, 6(2),
41-50.
Asri,
A. S. K., & Yanuwiadi, B. (2005). Persepsi Masyarakat Terhadap Ular sebagai
Upaya Konservasi Satwa Liar Pada Masyarakat Dusun Kopendukuh, Desa Grogol,
Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Jurnal
Pembangunan dan Alam Lestari, 6(1).
Kusmana,
C. (2009). Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. In Prosiding Workshop
Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat. Jatinangor (Vol. 18).
Marpaung,
A. A. F. (2013). Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Ekosistem Mangrove
Silvofishery Dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar.
Morfogenetika
kucing rumah (felis domesticus) di desa jagobayo kecamatan lais bengkulu utara
bengkulu. EXACTA, 6(2), 30-41.
Rahman, A. (2010). Status Ekologi Mangrove untuk Upaya
Pengelolaannya di Kawasan Pesisir Pulau Dua, Kecamatan Kasemen, Serang, Banten
(di Luar Cagar Alam Pulau Dua).
Rumalutur,
F. L. (2004). Komposisi Jenis Gastropoda
pada komunitas Hutan Mangrove di Pulau Tameni dan Pulau Raja, Desa Gita,
Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara (Doctoral dissertation, IPB (Bogor
Agricultural University)).
Siahainenia,
L. (2008). Bioteknologi kepiting bakau (Scylla spp.) di ekosistem mangrove
Kabupaten Subang Jawa Barat.
0 Komentar untuk "Ekologi Wilayah Pesisir Sekitar BAPPL-STP Serang"