Nama : SITI ROHMAH
Prodi : TPS-A
TUGAS II
EKOLOGI PERAIRAN
Karakteristik ekosistem air tawar (air mengalir dan
tergenang: lotik dan lentik)
Ekosistem
adalah hubungan timbal balik antara unsur biotik dan abiotik yang membentuk sistem ekologi. Ekosistem
perairan tawar dapat dibedakan menjadi dua karakter, yaitu perairan tergenang
(lentik) dan perairan mengalir (lotik). Ekosistem perairan dibedakan dalam tiga
kategori utama yaitu ekosistem laut, ekosistem estuarin, dan ekosistem air
tawar (Prabowo 2010). Menurut Closs et
al. (2004)ekosistem perairan tawar dapat dibedakan menjadi dua karakter,
yaitu perairan tergenang (lentik) dan perairan mengalir (lotik).
Perairan mengalir mempunyai corak
tertentu yang secara jelas membedakan dari air tergenang walaupun keduanya
merupakan habitat air. Satu perbedaan mendasar antara danau dan sungai adalah
bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan
itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga menjadi
tanah kering. Sebaliknya sugai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air
itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih
terdapat air yang mengisinya (Ewusie 1990).
Perairan
darat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu perairan tergenang (lotik) dan
perairan mengalir (lentik). Perbedaan mendasar dari keduanya adalah
adanya aliran air yang terdapat di dalamnya. Kolam, danau, waduk adalah
sebagian contoh dari perairan tergenang meskipun masih ada aliran masuk dan
aliran ke uar, tetapi karena relatif kecil dibanding kapasitasnya masih
dikategorikan tergenang. Sedangkan sungai, parit merupakan contoh dari perairan
mengalir. Walaupun demikian, antara keduanya tidak mempunyai batas yang jelas. Faktor-faktor pembatas yang cukup penting pada ekosistem
air tawar akan dibicarakan cukup mendalam pada tiap pembahasan.
Menurut Odum (1996) Ekosistem air tawar dibedakan menjadi dua
yaitu ekosistem air tenang (lentik) misalnya danau dan rawa. Ekosistem air
mengalir (lotik) misalnya sungai dan air terjun. Ciri-ciri ekosistem air tawar
yaitu kadar garam atau salinitasnya sangat rendah, variasi suhu sangat rendah,
penetrasi cahaya matahari kurang dan dipengaruhi oleh iklim serta cuaca.
Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara
jelas membedakannya dari air menggenang walaupun keduanya merupakan habitat air
tawar. Semua perbedaan itu tentu saja mempengaruhi bentuk serta kehidupan
tumbuhan dan hewan yang menghuninya. Satu perbedaan mendasar antara danau dan
sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air yang mengisi
cekungan itu, tetapi danau setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga
menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada
sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama
masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie, 1990:186)
Perairan
menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan perairan buatan. Berdasarkan
proses terbentuknya perairan alamiah dibedakan menjadi perairan yang terbentuk
karena aktivitas tektonik dan aktivitas vulkanik. Beberapa contoh perairan
lentik yang alamiah antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga, sedangkan
perairan buatan antara lain adalah waduk.
Habitat lotik ialah sistem saluran yang di bentuk alam
untuk mengalirkan air dan membawa hasil erosi dari tanah tinggi ke daerah lebih
rendah. Antara habitat lotik dan lentik tersebut mempunyai perbedaan yang
jelas, yaitu pada habitat lotik (1) arus adalah faktor pembatas dan faktor
pengendali utama, (2) tekanan oksigen lebih merata di habitat lotik, sedang
stratifikasi panas dan kimiawi terdapat pada habitat lentik, dan tidak
ditemukan pada habitat lotik (Odum,
1994).
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Dinamika Perairan Tawar
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang,
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari,
sirkulasi udara, penutupan awan
dan aliran serta kedalaman
badan air. Organisme
akuatik memiliki kisaran suhu
tertentu yang disukai
bagi pertumbuhannya. Misalnya
Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
berturut-turut 30-350Cdan
20-300C. Cyanophyta
lebih dapat bertoleransi
terhadap kisaran suhu yang
lebih tinggi dibandingkan
dengan Chlorophyta dan
diatom (Haslam, 1995).
Penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan akan mempengaruhi produktifitas primer. Kedalaman penetrasi cahaya
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tingkat kekeruhan, sudut datang
cahaya matahari, dan intensitas cahaya matahari. Bagi organisme perairan,
intensitas cahaya yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan
mendukung kehidupan organisme pada habitatnya. Penentuan penetrasi cahaya
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam
satuan meter (Effendi, 2003).
Asmawi
(1994) dalam Kusrini (2006) Kekeruhan airdisebabkan oleh partikel-partikel
suspensi seperti tanah liat, garam, bahan organik terurai, plankton dan
organisme lainnya. Perairan yang tidak terlampau jernih dan tidak terlampau
keruh baik untuk kehidupan organisme perairan.
Derajat
keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan
apakah suasana air tersebut bereaksi asam atau basa. Air normal yang memenuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 –7,5. Air dapat
bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya
konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air limbah dan bahan buangan dari
kegiatan industri yang dibuang ke air akan mengubah pH air yang pada akhirnya
dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air tersebut (Asmawi, 1994 dalam
Kusrini, 2006).
Nilai COD
menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan di dalam perairan untuk
mengoksidasi senyawa kimiawi yang masuk ke dalam perairan seperti minyak, logam
berat, maupun bahan kimiawi lain. Besarnya nilai COD mengindikasikan banyaknya
senyawa kimiawi yang ada di dalam perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD
mengindikasikan rendahnya senyawa kimiawi yang ada di dalam perairan.Menurut
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran air bahwa kadar COD golongan III adalah sebesar 50
mg/l.
Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat
oleh molekul air.Sumber utama DO adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan
penyerapan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak langsung permukaan
air dengan udara. Berkurangnya DO dalam suatu perairan adalah karena terjadinya
respirasi organisme perairan. Oksigen terlarut sangat penting bagi penapasan
zoobenthos dan organisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). BOD menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik
di dalam air. Rendahnya nilai BOD menunjukkan sedikitnya jumlah bahan organik
yang dioksidasi dan semakin bersihnya perairan dari pencemaran limbah organik.
Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran
(Effendi, 2000).
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami
dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Menurut Lee et
al, (1978) bahwa kisaran nitrat di perairan berada antara 0,01-0,7 mg/l,
sedangkan menurut Effendi (2003) bahwa kadar nitrat-nitrogen pada perairan
alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l, akan tetapi jika kadar nitrat
lebih besar 0,2 mg/l akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan) yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat.
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfat terutama berasal dari sedimen yang
selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem
perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan
masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).
Parameter dinamik fisika yang biasa digunakan untuk
menentukan kualitas air pada perairan mengalir adalah suhu, arus, debit,
kedalaman, substrat, lebar sungai, dan lebar badan sungai. Kawasan sungai
sangat rentan adanya erosi lahan, yang diakibatkan oleh: jumlah dan pola air
terjun, kemiringan lahan, tingkat pengurangan vegetasi, tipe tanah, dan
pengaruh perubahan iklim (Bartram dan Ballance 1996). Suhu merupakan variabel
lingkungan yang sangat penting, tidak hanya musiman, tetapi juga fluktuasi
harian, karena pada perairan tipikal dangkal suhu mudah dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari
dan pendinginan pada malam hari, serta karena pengaruh angin (Williams 2006).
Suhu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan
laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air
(Effendi 2003). Selain itu suhu juga mempengaruhi perpindahan molekul, dinamika
air, saturasi oksigen terlarut, laju metabolisme organisme, dan beberapa faktor
lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan di
perairan (Hauer dan Lamberti 2007). Kecepatan aliran sungai tidak tetap,
kecepatan aliran bergantung pada kemiringan lahan dan pasokan airnya. Pada
musim hujan aliran air lebih cepat daripada musim kemarau. Kecepatan aliran
bervariasi antara 0 -800 cm/detik, pada umumnya kecepatan aliran adalah kurang
dari 300 cm/detik). Karena tingkat kecepatan aliran air sungai tidak tetap,
substrat dasar sungai akan bervariasi, mulai dari berbatu hingga berlumpur
(Pratiwi et al.2009).Secara umum keberadaan vertikal mixing di dalam sungai
mengakibatkan terjadinya arus dan
percampuran air (Chapman 1996). Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut
untuk mengasimilasi atau mengangkut bahan pencemar.
Salah satu yang paling penting dari suatu proses
geologi adalah kemampuan air untuk mengangkut material. Kemampuan air ini
dinamakan debit air, debit air memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
distribusi flora dan fauna di perairan mengalir. Kemampuan aliran air suatu
perairan juga bergantung pada kemiringan lahan (Gor 1996 inHauer dan Lamberti
2007). Debit air dinyatakan sebagai volume yang mengalir pada selang waktu
tertentu, dengan meningkatnya debit maka kadar bahan-bahan alam yang terlarut
ke suatu badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial (Effendi 2003).
Pada perairan mengalir ukuran
dan tipe
dari partikel substrat dasar, menjadi tempat perlindungan bagi biota-biota pada
saat musim basah dan musim panas (Boulton 1989 in Williams 2006 ).
Kondisi dinamika fisik perairan sungai mempengaruhi
kondisi komunitas biologis biota sungai (Vannote et al. 1980 in Kohler et al.
2002). Komunitas biotik di gradien yang berbeda digunakan untuk melihat
variabel lingkungan perairan terutama kimia air, komunitas biologi juga
digunakan untuk melihat perbedaan tipe air. Monitoring secara biologi sangat
berguna karena terdapat intergrasi langsung dengan alam (Soininen 2002). Alga
hijau (green algae) biasanya banyak terdapat di daerah sungai yang dangkal, sedangkan
di sungai yang lebih dalam didominasi oleh diatom (Kohler et al. 2002).
Perifiton secara umum terdapat di semua permukaan sungai baik di hulu maupun di
hilir, keberadaan perifiton sangat penting dalam proses produktivitas sistem
perairan mengalir (Allan 1995 in Pizarro
dan Vinocur 2000). Kedalaman sungai dan intensitas
cahaya matahari yang masuk ke kolom air akan mempengaruhi laju pertumbuhan
fitoplankton selain keberadaan nutrien perairan (Reynolds et al. 1991in Kohler
et al. 2002). Perkembangan biomassa fitoplankton di sungai rendah karena adanya
faktor pembatas yaitu arus air (Bellinger 2010).Selain fitoplankton, indikator
biologis yang banyak digunakan di perairan sungai adalah makroavertebrata,
ikan, alga, dan makrofita (Growns et al. 1995 In Burns dan Ryder 2001).
Makrofita memiliki peran penting dalam stuktur dan fungsi ekosistem air tawar
(Baattrup-Pedersen dan Riis 1999). Sebagai produsen primer makrofita berperan
dalam siklus dan transfor mineral, menunjukkan hubungan antara sedimen, air, dan
juga atmosfer (Cronin et al. 2006 In Vymazal 2008). Alga memiliki respon
terhadap bahan pencemar dan beberapa digunakan sebagai sistem peringatan awal,
karena alga memiliki kemampuan monitoring biologi berdasarkan informasi
struktural dan fungsional (Burns dan Ryder 2001). Beberapa jenis vegetasi di
tepian perairan juga mempengaruhi struktur komunitas avertebrata di sungai
intermitten (Williams 2006). Suhu air berpengaruh terhadap banyaknya jumlah
serangga air untuk setiap spesies, karena setiap spesies memiliki toleransi
atau rentang suhu tertentu untuk dapat hidup. Hal ini juga dikarenakan
perbedaan fisiologis biota baik pernafasan maupun metabolisme (Thani dan
Phalaraksh 2008).
Proses Terbentuknya Air Terjun (waterfall)
Air terjun dapat dibagi menjadi dua yaitu air terjun
alami dan buatan. Air terjun alami biasanya terbentuk di daerah pegunungan
karena memiliki tingkat erosi yang cepat. Proses terbentuknya membutuhkan waktu
yang sangat lama. Setelah bertahun-tahun tebing lereng pegunungan berangsur-angsur
terkikis dan akan membentuk jurang. Tebing lereng yang terkikis akan ikut
terjatuh bersama aliran air, sehingga di bawah air terjun banyak ditemukan
bebatuan kecil maupun besar. Jatuhnya bebatuan bersama aliran air ini juga yang
mengakibatkan terbentuknya kolam di bawah air terjun karena adanya tubrukan
antara batu-batu yang jatuh. Lingkungan air tawar yang mengalir dinamakan
lotik, dengan tipe aliran unidirectional (satu arah), dimana perpindahan air
terjadi karena adanya perbedaan ketinggian (kemiringan) dan adanya gravitasi.
Erosi memindahkan sejumlah besar bahan terlarut dan tersuspensi dari daratan ke
lautan. Sungai-sungai kecil beberapa mengalir ke danau, dan terkadang masuk
melalui sungai yang lebih besar.Kondisi hidrologi, kimia, dan karakteristik
biologi sungai dipengaruhi oleh iklim, geologi, dan tutupan vegetasi di
sepanjang perairan. Panas perairan/suhu perairan juga dipengaruhi oleh input,
badan air, dan output. Input panas berasal dari radiasi cahaya matahari,
presipitasi, dan dari air tanah. Selain itu volume air juga akan berpengaruh
terhadap suhu perairan (Wetzel 2001).
Air
terjun terbentuk ketika sungai berada pada lereng yang curam. Ketika tanah
menjadi tua, topografi dan air terjun berubah secara bertahap dan aliran terjun
menjadi lebih cepat (Mallory, 1979)
Pembentukan
air terjun terbentuk karena aktivitas
erosi dari aliran air, mengalir diatas lapisan batuan bervariasi dari yang memiliki tingkat erosi yang
berbeda. Aliran air yang melintas di atas lapisan batuan lunak akan memiliki tingkat
erosi yang lebih tinggi, dibandingkan dengan daerah lain dengan lapisan batuan
keras. Kejadian tersebut menyebakan peningkatan kecepatan. Air sungai yang membentuk arus yang lebih
cepat ke arah bawah menuju ke dasar
sungai. Seiring dengan waktu, air sungai tersebut perlahan-lahan membentuk
ngarai atau jurang pada hilir sungai.
Formasi tersebut mengarahkan pembentukan gua dangkal untuk menampung berbagai
materi dan air yang jatuh. Terjadilah pengikisan dasar air terjun oleh abrasi.
Akibat proses tersebut, terbentuk cekungan yang dalam atau sering disebut
ngarai.
Karakteristik Air Terjun dan Sungai Serta Ikan-Ikan
Yang Berinteraksi Dengannya.
Air
terjun merupakan salah satu dari objek bentang alam yang menarik. Keberadaannya
vertikal terhadap jatuhan di profil kemiringan sungai (Leet & Judson,
1965:146). Air terjun terbentuk ketika sungai berada pada lereng yang curam.
Ketika tanah menjadi tua, topografi dan air terjun berubah secara bertahap dan
aliran terjun menjadi lebih cepat (Mallory, 1979)
Air
terjun terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Meskipun demikian, air terjun
memiliki standarisasi tersendiri dalam pendeskripsiannya (Glaubitz, 2001).
Setidaknya terdapat tujuh kelompok penggolongan air terjun berdasarkan
kenampakan secara fisik yang dikenal secara umum, yaitu:
1.
Cascade, merupakan air
terjun dengan sekala kecil yang umum digunakan untuk menjelaskan bagian dari
air terjun.
2.
Cataract, merupakan air
terjun yang mempunyai ketinggian lebih dari 30 meter dan memounyai kekuatan air
yang besar.
3.
Chute,merupakan air terjun yang berbentuk
sempit dan mempunyai kekuatan besar umumnya berada diantara dua buah batuan
besar atau pada dinding jurang dan lebar dinding ai terjun yang sempit yaitu
kurang dari dua meter.
4.
Slide (luncur)
merupakan tipe air terjun yang terbentuk karena aliran sungai yang mengalir
mengikuti kemiringan permukaan dinding tebing, dengan ketinggian lebih kuran
70%
5.
Over hanging
ledge falls (falls)
(birai yang menggantung), tipe air terjun yang pancurannya menonjol keluar dari
tebing air terjun/tidak menyenuh dinding dari air terjun.
6.
Parrallel, tipe ini
terbentuk dari dua buah air terjun yang letaknya berdampingan satu sama lain
7.
Waterfall, yaitu bagian dari sungai yang jatuh
secaa vertikal ke suatu tempat dan umumnya lebarnya lebih dari dua meter.
Perairan
sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran
air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan
lotik). Perairan sungai biasanya keruh, sehingga penetrasi cahaya ke dasar
sungai terhalang (Goldman dan Horne 1983). Sungai adalah sistem pengairan air
dari mulai mata air sampai ke muara dengan dibatasi kanan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh sempadan sungai (Sudaryoko,1986).Sungai adalah fitur alami dan integritas ekologis, yang
berguna bagi ketahanan hidup (Brierly, 2005).
Ciri-ciri
ekosistem sungai yang menonjol dan membedakannya dengan jenis ekosistem lain di
antaranya:
1. Air yang terus mengalir dari hulu ke
hilir.
2. Perubahan keadaan fisik dan kimia
ekosistem yang berlangsung terus menerus.
3. Variasi kondisi fisik kimia dalam
tingkat aliran air sangat tinggi.
4. Tumbuhan dan hewan yang hidup telah beradaptasi
dalam kondisi aliran air.
Sungai dicirikan
oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu,
iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan
fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada
sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi 2003). Sungai
secara spesifik terbagi dalam dua ekosistem yaitu perairan yang berarus cepat
dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat dikarakteristikkan
oleh tipe substrat berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir
lambat dikarakteristikkan dengan tipe substrat berpasir dan berlumpur. Faktor
pengontrol utama produktivitas pada ekosistem tersebut adalah arus yang
merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme ototrof (Clapham 1983).
Ekosistem sungai
merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Organisme air tersebut di antaranya tumbuhan air,
plankton, perifiton, bentos, dan ikan. Perubahan kondisi perairan dan pola
hidrologi sungai berpengaruh terhadap keberadaan dan kemampuan biota perairan
untuk dapat bertahan pada habitatnya. Pada perairan dengan tingkat kesuburan
berbeda akan terdapat struktur komunitas biota yang berbeda; dan kondisi suatu
perairan biasanya dicirikan dengan biotanya yang spesifik pula (Basmi 1999).
Ikan yang berada
di sungai, seperti:
1.
Ikan selais (O. hypophthalmus) yang terdapat di rawa
banjiran.
5.
Menurut
Kottelat et al. (1993), ikan yang
termasuk ke dalam Cyprinidae hidup
tersebar, baik pada perairan jernih maupun perairan keruh. Djuhanda (1981) dan
Kottelat et al. (1993) menjelaskan
lebih lanjut bahwa spesies-spesies dari famili ikan ini relatif banyak dan
mampu menyesuaikan di berbagai kondisi perairan air tawar dan mampu
memanfaatkan kondisi alam itu untuk berkembangbiak. Mereka menyukai aliran
sungai berarus deras. Sungut panjang dan pendek digunakan untuk mendeteksi
makanan dalam perairan keruh maupun deras. (Kottelat et al.,1993). Hemibagrus
nemurus. Baung adalah ikan yang memiliki kemampuan untuk hidup di berbagai
kondisi lingkungan (Kottelat et al.,
1993). Serupa dengan sapu-sapu, ikan ini biasanya hidup di dasar perairan.
Berdasarkan pada jenis makanannya, baung adalah omnivora. Ikan ini disukai
untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Oreochromis
niloticus. Ikan nila adalah omnivora. Ikan yang bukan asli Indonesia ini
cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari plankton, tumbuh-tumbuhan
halus, dan sebagainya. Nila banyak terdapat di area persawahan. Ikan ini hadir
di persawahan diduga karena dua faktor penyebab; ikan memang sengaja ditebar
atau ikan berenang keluar dari kolam budidaya mengikuti arus banjir.
Budidayanya bahkan dapat dilakukan pada kolam yang alasnya terpal (Kordi,
2010). Aplocheilus panchax. Ikan ini
dikenal dengan nama lokal ikan kepala-timah. Jumlah ikan kepala-timah yang
ditemukan di lokasi ini hanya 5 ekor. Menurut Kottelat et al. (1993), ikan
kepala timah tergolong spesies ikan yang berenang secara berkelompok dan
memilih-milih jenis perairan sehingga keterdapatannya terbatas atau hanya pada
tempat-tempat tertentu.
6.
Hyposarcus pardalis Ikan sapu-sapu
termasuk dalam famili Loricarinae. Ikan dengan corak
mirip zebra dan mulut menghadap ke bawah ini ditemukan pada air
yang tidak terlalu dalam dan cukup banyak batu-batu kecil.
Walaupun habitat aslinya adalah sungai dengan aliran air yang deras
dan jernih, ikan ini dapat juga hidup pada perairan yang tergenang,
seperti rawa dan danau. Bahkan, ikan ini dapat hidup pada
perairan dengan kadar oksigen terlarut yang rendah atau bahkan
tercemar sekalipun.
7.
Macrognathus
circumcintus.
Nama lokal ikan ini sili-sili atau singkatnya sili. Ikan memiliki tubuh serupa
belut, tetapi dengan corak totol-totol. Habitatnya perairan berarus deras dan
makanannya antara lain cacing dan serangga air. Ikan ini tidak atau jarang
dikonsumsi masyarakat.
8.
Opheocephalus
striatus.
Ikan gabus atau haruan ini mampu hidup di lingkungan perairan berlumpur dan
miskin oksigen, karena memiliki alat pernafasan tambahan. Meskipun dapat hidup
di rawa, ikan gabus juga menyenangi perairan yang tenang dari danau, waduk dan
sungai. Gabus dengan ciri khas kepalanya mirip dengan kepala ular (sehingga
dalam bahasa Inggris disebut snakehead) adalah ikan predator. Sebagai
karnivora, makanan utamanya adalah udang air tawar, ikan kecil, kepiting,
katak, dan cacing, serta berbagai serangga yang hidup di perairannya (Kordi,
2011). Gabus juga bisa ditemukan pada perairan yang cukup deras. Populasi gabus
diperkirakan menurun. Ikan ini sumber lauk favorit dalam kuliner masyarakat
Banjar, Kalimantan Selatan.
Karakteristik
Danau Serta Ikan-Ikan Yang Berinteraksi Dengannya.
Danau
adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil
pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia
kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Untuk
memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan
dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini
dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman,
prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan
sebagainya (Collen & Miller,1995). Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan
danau dan konservasi danau yang tidak berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih
mendominasi sumberdaya alam danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed).
Mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem
perairan ke bentuk ekosistem daratan. Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi
merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau
mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang
bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya
terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut.
Hampir
sekitar 2000 spesies diantaranya merupakan jenis ikan air tawar (Anonim, 2013).
Menurut Cahyono (2000), ikan air tawar memiliki banyak spesies atau jenis. Pada
awalnya, ikan banyak hidup dan tersebar di berbagai perairan tawar, misalnya
sungai-sungai, rawa-rawa atau di danau-danau. Jenis ikan air tawar menurut
kegunaanya digolongkan menjadi dua, yaitu gologan ikan hias dan golongan ikan
konsumsi. Dari kedua golongan ikan tersebut terdapat beberapa jenis ikan yang
dapat digolongkan kedalam golongan ikan ikan hias sekaligus ikan konsumsi. Ikan
tersebut diantaranya ikan gabus (Ophiochepalus
striatus), ikan sidat (Anguilla
sp), ikan tageh (Macrones helitius),
ikan tawes (Pantius javanicus), ikan
patin (Pangasius pangasius), ikan
toman (Ophiocephalus micropeltes),
ikan nilem (Ostiochilus haseeltii),
ikan bogo (Ophiocephalis 11 gachua),
ikan mas (Cyprinus carpio L), ikan
hampal/palung (Hampala macrolepidota),
ikan sepat siem ( Trichogastio pectoralis
R), ikan betok (Anabas testudineus
Bloch), ikan belut (Apodes sp),
ikan biawan/tambakan (Helostoma temminchi
c.v.), ikan lele (Clarias batrachus),
ikan mujair (Tilapia mossambica) dan
ikan gurami (Ospyronemus gouramy).
Sistem pengelolaan tempat wisata (air terjun) dengan
baik, bagaimana dengan kaitannya air terjun (curug) Puteri
Lokasi curug
putri tahura banten berada di desa Cilentung, Kecamatan Pulosari, Kabupaten
Pandeglang, Banten. Curug putri terletak di lereng gunung Pulosari, sebuah
gunung yang memiliki ketinggian lebih dari 1.300 Mdpl, air terjun ini
dikelilingi oleh pepohonan rindang yang masih terlihat asri menjadikan
pemandangan kian menarik dan terlihat sejuk.Lokasi ini terletak 22 km dari pusat
kota Pandeglang, dan dengan waktu tempuh yag hanya 30 menit dari pusat kota
Pandeglang. Wisatawan dapat menggunakan motor ataupun mobil untuk menuju ke
lereng gunung Pulosari dan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Pengoptimalan fungsi air terjun sangat penting.
Rekreasi alam atau wisata alam dapat meningkatkan peranan ekonomi baik pada
perekonomian wilayah ataupun nasional. Objek wisata alam menjadi alternatif
pilihan konsumen untuk rekreasi dan menghabiskan waktu luang. Usaha objek
wisata alam semakin banyak dikembangkan untuk memenuhi permintaan masyarakat
akan kebutuhan rekreasi. Potensi pengembangan usaha objek wisata alam di
kabupaten Pandeglang cukup tinggi dan memilki prospek yang cukup bagus di masa
yang akan datang dikarenakan ditunjang
oleh potensi daerah yang baik dengan kondisi alam yang berudara segar.
Pengembangan Objek Wisata Alam Curug Puteri pada masa mendatang, diperlukan
sebuah perubahan paradigma pengusahaan wisata alam yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan/Customer Service Oriented (CSO) sehingga pihak pengelola
maupun pihak pengusahaan harus mengetahui berbagai keinginan konsumen pada saat
berkunjung ke lokasi wisata alam. Sehingga pelayanan yang diberikan oleh pihak
pengusahaan sesuai dengan harapan pengunjung yang datang.
Manajemen Strategi Pemasaran adalah kunci utama suatu
produk dan jasa mampu dikenal oleh masyarakat agar nantinya diharapkan mampu
bersaing di pasar dan memenuhi kebutuhan/kepuasan pelanggan. Sehingga
dibutuhkan suatu perencanaan bagi Objek Wisata Alam Talaga Remis dalam
memasarkan produk atau jasanya agar terlihat berbeda di benak konsumen. Maka
diperlukan suatu upaya kajian strategi pemasaran bagi Objek Wisata Alam Curug
Puteri dalam menghadapi persaingan pasar.
Kebijakan yang dapat diambil oleh Objek Wisata Alam
Curug Puteri adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan fasilitas utama
maupun penunjang yang telah ada agar menambah poin ketertarikan investor dengan
tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menindak tegas
perilaku-perilaku pengunjung yang kurang baik (vandalisme, buang sampah
sembarang) dengan melakukan pengawasan yang intensif.
2.Menjalankan
capacity building SDM secara rutin dalam bidang pemasaran dan pariwisata untuk
meningkatkan kualitas produk dan pelayanan kepada pengunjung dan masyarakat
sekitar untuk menghadapi pesaing dalam industri pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA
Diah Afsari,
R. (2012). STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS FITOPLANKTON UNTUK MENGETAHUI KUALITAS
PERAIRAN DI TELAGA JONGGE KECAMATAN SEMANU KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA).
Fahmi, M.
R., Hirnawati, R., & Hias, B. R. B. I. (2010). Keragaman ikan sidat tropis
(Anguilla sp.) di perairan Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. In Prosiding
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur
FATONI, T. (2016). ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN
MENGGUNAKAN METODE FILTRASI KARBON AKTIF (Studi Kasus: Air Kali Winongo, Jl. RE
Martadinata, Kota Yogyakarta).
Ferianto, H.
Y. (2012). KEANEKARAGAMAN SERANGGA AIR SEBAGAI PENDUGA KUALITAS PERAIRAN
PADA SUNGAI MARON DAN SUNGAI SEMPUR, SELOLIMAN, TRAWAS, MOJOKERTO (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Hidayatulloh,
Y. N. (2011). Strategi pemasaran objek wisata alam talaga remis di Taman
Nasional Gunung Ciremai.
Hoerunisa,
I. (2004). Kajian Morfometri dan Karakteristik Kualitas Air Perairan Situ
Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Doctoral
dissertation, IPB (Bogor Agricultural University)).
Inventarisasi
dan Distribusi Biota serta 97 Karakteristik Habitat Perairan Sungai Musi. 98
116 Jakarta: Departemen Kelautan dan 99 Perikanan. hlm 89-107
Ismail,
A., & Mohamad, A. B. (1992). Ekologi air tawar. Dewan Bahasa dan
Pustaka, 118 Kementerian Pendidikan Malaysia.
Kumurur, V. (2012). Aspek strategis pengelolaan Danau Tondano secara
terpadu. Ekoton, 2(1).
Katili,
D. Y. (2011). DESKRIPSI IKAN FAMILI MUGILIDAE DI LIMA MUARA SUNGAI DI SULAWESI
UTARA. JURNAL ILMIAH SAINS, 11(1), 90-96.
Marjohan,
A. (2008). Karakteristik Fisik Air Terjun
D i Cagar Biosfer Gunung Gede Pangrango. FMIPA UI.
Nurul Rachmawati, A. (2012). STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON SEBAGAI
BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI TELAGA BETON KECAMATAN PONJONG KABUPATEN
GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA).
Odum, E. P.
1994. Dasar-dasar Ekologi, edisi ketiga. (terjemahan Tjahjono Samingan). Gajah
mada University Press. Yogyakarta. Rahayu, S., R.H. Widodo, M. Van Nordwijk, I.
Suryadi, B. Verbist. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World
Agroforestry Centre. Bogor.
Oktaviyani,
S., Pamungkas, A. S., Husna, F., & Putri, V. E. (2011). Karakterisitik Ekosistem Perairan Menggenang
di Situ Gede.
Nurafif,
R. A., Prakoso, A. D., Hamidah, K. F., Lea, O., Febry, D., Olivia, C., ...
& Laorenza, Y. KARAKTERISTIK EKOSISTEM PERAIRAN MENGALIR.
Patriono,
E., Junaidi, E., & Sastra, F. (2010). Fekunditas Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis Blkr.) di Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak. Jurnal
Penelitian Sains, 13(3), 55-58.
Pribadi,
D. O. (2011). Model perubahan tutupan lahan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jurnal Teknologi Lingkungan, 7(1).
Siagian, C. (2009). Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan
Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan DiDanau Toba Balige Sumatera
Utara (Master's thesis).
Simanjuntak,
C. P. (2007). Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker) Berkaitan
Dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri.
Utomo, S. W.,
& Chalif, S. A. Ekosistem Perairan.
0 Komentar untuk "Lotik dan Lentik; Air Terjun"