Ekosistem Perairan Tawar



Nama  : SITI ROHMAH
Prodi   : TPS-A

1.     Karakteristik Ekosistem Air Tawar (Sungai)
Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Perairan sungai biasanya keruh, sehingga penetrasi cahaya ke dasar sungai terhalang (Goldman dan Horne 1983). Sungai adalah sistem pengairan air dari mulai mata air sampai ke muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh sempadan sungai (Sudaryoko,1986).Sungai adalah fitur alami dan integritas ekologis, yang berguna bagi ketahanan hidup (Brierly, 2005).
Ciri-ciri ekosistem sungai yang menonjol dan membedakannya dengan jenis ekosistem lain di antaranya:
1.      Air yang terus mengalir dari hulu ke hilir.
  1. Perubahan keadaan fisik dan kimia ekosistem yang berlangsung terus menerus.
  2. Variasi kondisi fisik kimia dalam tingkat aliran air sangat tinggi.
  3. Tumbuhan dan hewan yang hidup telah beradaptasi dalam kondisi aliran air.
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi 2003). Sungai secara spesifik terbagi dalam dua ekosistem yaitu perairan yang berarus cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat dikarakteristikkan oleh tipe substrat berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat dikarakteristikkan dengan tipe substrat berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme ototrof (Clapham 1983).
2.     Organisme Akuatik Yang Berinterakasi Dengan Ekosistem Sungai
Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme air tersebut di antaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, dan ikan. Perubahan kondisi perairan dan pola hidrologi sungai berpengaruh terhadap keberadaan dan kemampuan biota perairan untuk dapat bertahan pada habitatnya. Pada perairan dengan tingkat kesuburan berbeda akan terdapat struktur komunitas biota yang berbeda; dan kondisi suatu perairan biasanya dicirikan dengan biotanya yang spesifik pula (Basmi 1999). Biota-biota yang relatif menetap seperti perifiton dapat lebih menggambarkan perubahan tersebut karena keberadaannya di perairan yang relatif menetap sehingga merespon setiap perubahan kondisi aliran sungai yang terjadi.
Organisme ototrof pada sistem ekosistem perairan terdiri dari berbagai macam kumpulan alga dan tanaman air (Whitton 1975 in Whitton 1975). Menurut Thornton et al. (1990), produsen primer di sungai, danau, dan waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton), dan makrofita. Pada kondisi perairan berarus, perifiton lebih berperan sebagai produsen primer. Namun pada sungai yang dalam dan besar fitoplankton cenderung lebih berperan dan lebih dominan (Welch 1980).
3.     Ancaman Terhadap Kelangsungan Ekosistem Sungai
Adanya penebangan hutan dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan sedimentasi serius di beberapa daerah muara dan perairan pesisir. Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Limbah cair yang ; mengandung nitrogen dan fosfor berpotensi menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang merugikan ekosistem pesisir.
Selain merosotnya kualitas air  akibat pencemaran, krisis air juga terjadi dari berkurangnya ketersediaan air dan terjad inya erosi akibat pembabatan hutan di hulu serta perubahan pemanfaatan lahan di hulu dan hilir. Menyusutnya pasokan air pada beberapa sungai besar di Kalimantan menjadi fenomena yang mengerikan, sungai-sungai tersebut mengalami pendangkalan akibat minim nya air pada saat kemarau serta ditambah erosi dan sedimentasi.  Pendangkalan di Sungai Mahakam misalnya meningkat 300% selama  kurun waktu 10 tahun terakhir (Air Kita Diracuni, 2004).
Adanya pembuangan limbah industri tersebut diduga dapat mencemari lingkungan perairan dan organisme yang hidup di dalamnya (Alifia dan Djawad, 2003). Terjadinya kontaminasi zat beracun pada organisme perairan dapat melalui 3 cara: (1) melalui permukaan organisme (2) melalui respirasi atau ingesti dari air dan (3) melalui pengambilan makanan (zooplankton, phitoplankton) yang mengandung bahan pencemar kimia (Jardin, 1993). Di ketahui bahwa zat beracun yang mencemari perairan salah satunya  dari logam berat (Aditya,2005). Logam berat  tersebut antara lain Chromium, jika keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat membahayakan lingkungan, termasuk manusia.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya akumulasi Chromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Palar, 1994). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui : Apakah ada kandungan Chromium pada perairan, sedimen serta Kerang darah  Anadara granosa yang berada  di daerah tersebut. Berapa besarnya kandungan Chromium tersebut, apakah sudah melebihi ambang batas yang ditentukan. Dan bagaimana sifat akumulatif dari logam Chromium pada Kerang darah (Anadara granosa). Menurut Yennie dan Murtini (2005) kerang merupakan biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena sifatnya yang filter feeder, sehingga biota ini sering digunakan sebagai hewan uji dalam pemantauan tingkat akumulasi logam berat pada organisme laut.
4.     Peraturan dan Hasil Konvensi Internasional Tentang Pengelolaan Sungai
1.    Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984 – No. 059/Kpts-II/1984 – No. 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas. Wilayah kerja konsentrasi konservasi tanah
2.    Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 35 tahun 1991 tentang sungai
Pasal 24 , Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29
3.    Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan  Pengendalian Pencemaran Air 
4.    Konvensi Basel
5.    Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Sungai Lancang-Mekong
5.     Pengelolaan Sungai Secara Berkelanjutan di Indonesia
Pemantauan kualitas perairan sungai umumnya dilakukan dengan menggunakan parameter fisik atau kimia serta di perlukan program Pengelolaan DAS di Indonesia Berbasis Partisipasi Rakyat, adalah salah satu upaya Saraket Hijau Indonesia. Tujuan Utama program ini adalah :  menyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk Kehidupan Berkelanjutan.
Beberapa program pengelolaan sungai sudah dilakukan dengan pendekatan WACSLU . Satu  hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengelolaan sungai merupakan suatu program atau  kegiatan yang multi sektor dan berkelanjutan.
Menggunakan perencanaan yang sesuai secara benar dan bertanggung jawab mengelola sungai yang menjadi perhatian masyarakat, pemerintah daerah dan organisasi terkait pengumpulan,  pendokumentasian, analisis, dan penyebaran informasi secara sistematis di bawah perlindungan sistem informasi daerah aliran sungai nasional

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: 110 Air sebagai Indikator Sentral”,Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan 111 Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta
Astirin, O.P., & Setyawan, A.D.(2000). Biodiversitas Plankton di di Waduk 94 Penampung Banjir Jabung, Kabupaten Lamongan dan Tuban. Biodiversitas, 1, 65-95 71.
Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran 84 Kualitas Air Aspek Biologi. Institut 85 Pertanian Bogor, Bogor.
Irwansyah, F. S., Susanti, S., & Windayani, N. (2017). Pengolahan Air Sungai Menjadi Air Layak Konsumsi Menggunakan Kulit Pisang Raja Bulu (Musa paradica). Jurnal Perspektif, 1(1), 1-10.
Inventarisasi dan Distribusi Biota serta 97 Karakteristik Habitat Perairan Sungai Musi. 98 Jakarta: Departemen Kelautan dan 99 Perikanan. hlm 89-107
Ismail, A., & Mohamad, A. B. (1992). Ekologi air tawar. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia.
Iqbal, Mochamad, et al. “Pengaruh Tingkat Kemampuan Akademik Siswa SMA Kota Malang terhadap Sikap pada Ekosistem Sungai.” BIOEDUKASI 13.2 98 (2017). 99
Manan, A. (2009). Penggunaan komunitas makrozoobenthos untuk menentukan tingkat pencemaran Sungai Metro, Malang, Jawa Timur.
KEONG AIR TAWAR PULAU JAWA 107 (MOLUSKA, GASTROPODA) Ristiyanti 108 M. Marwoto, Nur R. Isnaningsih, Nova 109 Mujiono, Heryanto, Alfiah, Riena (Pusat 110 Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu 111 Pengetahuan Indonesia Widyasatwaloka,
Nugroho, S. P. (2011). Pergeseran Kebijakan dan Paradigma Baru dalam Pengelolaan Daerah          Aliran Sungai di Indonesia. Jurnal Teknologi Lingkungan, 4(3).
Pemerintah, R. I. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.
Purwanti,S.,et al.2007. Komunitas Plankton pada saat Pasang dan Surut di Perairan Muara 81 Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Laboratorium Ekologi dan Biosistematik.Hal 1-10.
Sasongko, L. A. (2006). Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk Di Sekitar Sungai Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Serta Upaya Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang) (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Setiawan,D.(2008). Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi.
Siahaan, R., Indrawan, A., Soedharma, D., & Prasetyo, L. B. (2011). Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains, 11(2), 268-273.
Suprapti, N. H. (2008). Kandungan Chromium pada Perairan, Sedimen dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Wilayah Pantai Sekitar Muara Sungai Sayung, Desa Morosari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Bioma, 10(2), 53-56.
Ward, J. V., Tockner, K., & Schiemer, F. (1999). Biodiversity of floodplain river ecosystems: ecotones and connectivity. Regulated Rivers: Research & Management, 15(1), 125-139.
Warlina, L. (2004). Pencemaran air: sumber, dampak dan penanggulangannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wijaya, H. K. (2009). Komunitas Perifiton dan Fitoplankton serta Parameter Fisiska-Kimia Perairan sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat.
Yavanica, E. (2009). Analisis nilai kerusakan lingkungan dan kesediaan membayar masyarakat terhadap program perbaikan lingkungan kasus pemukiman Bantaran sungai Ciliwung.
Yudo, S. (2006). Kondisi pencemaran logam berat di perairan sungai DKI Jakarta. Jurnal Penelitian, 2(1).


Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Ekosistem Perairan Tawar"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top